Perbedaan PTT dan SL- PTT
Pengelolaan Tanaman Terpadu
merupakan suatu usaha untuk meningkatkan hasil padi dan efisiensi masukan
produksi dengan memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara bijak. Melalui
usaha ini diharapkan (1) kebutuhan beras nasional dapat dipenuhi, (2)
pendapatan petani padi dapat ditingkatkan, dan (3) usaha pertanian padi dapat
terlanjutkan. Penerapan PTT didasarkan pada empat prinsip. Pertama, PTT bukan
merupakan teknologi maupun paket teknologi, tetapi merupakan suatu pendekatan
agar sumber daya tanaman, lahan dan air dapat dikelola sebaik-baiknya. Kedua,
PTT memanfaatkan teknologi pertanian yang sudah dikembangkan dan diterapkan
dengan memperhatikan unsur keterkaitan sinergis antar teknologi. Ketiga, PTT
memperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik maupun
sosial-ekonomi petani. Keempat, PTT bersifat partisipatif yang berarti petani
turut serta menguji dan memilih teknologi yang sesuai dengan keadaan setempat
dan kemampuan petani melalui proses pembelajaran.
Dalam strategi penerapan
PTT, anjuran teknologi didasarkan pada bobot sumbangan teknologi terhadap
peningkatan produktivitas tanaman, baik terpisah maupun terintegrasi. Teknologi
disuluhkan kepada petani secara bertahap. Urutan anjuran teknologi produksi
padi pada PTT adalah:
a. Penggunaan
varietas padi unggul atau varietas padi berdaya hasil tinggi dan atau bernilai
ekonomi tinggi.
b. Penggunaan
benih bersertifikat dengan mutu bibit tinggi.
c. Penggunaan
pupuk berimbang spesifik lokasi.
d. Penggunaan
kompos bahan organik dan atau pupuk kandang sebagai pupuk dan pembenah tanah.
e. Pengelolaan
bibit dan tanaman padi sehat melalui: pengaturan tanam sistem legowo, tegel,
maupun sistem tebar benih langsung, dengan tetap mempertahankan populasi
minimum. penggunaan bibit dengan daya tumbuh tinggi, cepat dan serempak yang diperoleh
melalui pemisahan benih padi bernas (berisi penuh). penanaman bibit umur muda
dengan jumlah bibit terbatas yaitu antara 1-3 bibit per lubang. pengaturan
pengairan dan pengeringan berselang, dan pengendalian gulma.
f. Pengendalian
hama dan penyakit dengan pendekatan terpadu.
g. Penggunaan
alat perontok gabah mekanis ataupun mesin.
Penerapan PTT dalam
intensifikasi padi merupakan penyempurnaan dari konsep sebelumnya yang
dikembangkan untuk menunjang peningkatan hasil padi seperti Supra Insus. Food and Agriculture Organization (FAO) mengadopsi
Pengelolaan Tanaman Terpadu sebagai penyempurnaan dari Pengelolaan Hama Terpadu
(PHT). Dalam penerapan PTT (1) tidak lagi dikenal rekomendasi paket teknologi
untuk diterapkan secara nasional, (2) petani secara bertahap dapat memilih
komponen teknologi yang paling sesuai dengan keadaan setempat maupun kemampuan
petani, (3) efisiensi biaya produksi diutamakan, dan (4) suatu teknologi saling
menunjang dengan teknologi lain.PTT bukanlah teknologi, tetapi merupakan suatu
pendekatan inovatif dalam usaha meningkatkan produktivitas dan efisiensi
usahatani padi melalui perbaikan sistem. Komponen teknologi dalam pendekatan
PTT memiliki efek sinergistik antar komponen dan bersifat spesifik lokasi yang
ditentukan berdasarkan hasil PRA; sehingga komponen teknologi yang dipadukan
dalam PTT harus disesuaikan dengan dinamika kondisi lingkungan.
Perbaikan komponen teknologi
perlu terus dilakukan secara terus menerus sesuai dengan tantangan yang
dihadapi dalam menerapkan PTT dan selaras dengan dinamika lingkungan. Apabila
sistem intensifikasi padi diibaratkan sebagai komputer, PTT adalah prosesor
generasi terbaru dengan kemampuan lebih baik dan lebih ramah lingkungan. Dengan
demikian PTT diharapkan mampu meningkatkan produktivitas dan efisiensi
usahatani padi mendukung peningkatan produksi beras nasional dengan tetap
menjamin keberlanjutan sistem produksi.
Sifat PTT yang spesifik
lokasi dan partisipatif sangat berbeda dengan pendekatan yang digunakan dalam
sistem intensifikasi sebelumnya seperti BIMAS, INMAS, INSUS sampai SUPRA-INSUS
dimana teknologi yang dianjurkan bersifat paket dan berlaku umum di mana saja
serta dilaksanakan sepenuhnya dengan inisiasi petugas (top down). Sedangkan
dalam penerapan PTT, petani dan petugas harus duduk bersama memilih komponen
teknologi yang akan diterapkan sesuai dengan keinginan petani dan sesuai dengan
kondisi lingkungannya. Sehingga bimbingan dan pendampingan yang intensif
diperlukan agar petani dapat menerapkan PTT dengan benar.
Pengertian
SL PTT
SL-PTT adalah salah satu
metode penyuluhan atau pendidikan non formal kepada petani yang seluruh proses
belajar–mengajarnya di lakukan di lapangan/lahan usahatani dan di tempat-tempat
lain yang berdekatan dengan lahan belajar, tidak terikat ruang kelas.
Sekolah lapang (SL)
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, utamanya dalam
mengenali potensi, penyusunan rencana usahatani, dan mengatasi permasalahan.
Melalui SL petani akan mampu mengambil keputusan untuk menerapkan teknologi
yang sesuai dengan kondisi sumberdaya setempat secara sinergis dan berwawasan
lingkungan.
Dengan demikian,
usahataninya lebih efisien, berproduktivitas tinggi, dan berkelanjutan.
Pendekatan SL-PTT berfungsi sebagai pusat belajar pengambilan keputusan para
petani/kelompok tani, sekaligus tempat tukar menukar informasi dan pengalaman
lapangan, pembinaan manajemen kelompok, serta sebagai percontohan bagi kawasan
lainnya.
Pelaksanaan SL PTT untuk padi sawa
terbagi kedalam dua jenis berdasarkan jenis varietas tanaman padi sawah yang
ditanam. Yaitu SL PTT padi sawah inbrida dan SL PTT padi sawah hibrida. Pada
dasarnya dalam pelaksanaan SL PTT ruang lingkupnya sama yaitu :
a. Satu
unit SL-PTT Padi inhibrida luasnya 25 hektar dan di dalam SL-PTT terdapat
laboratorium lapang (LL) seluas satu hektar,sedangkan untuk 1 unit SL PTT padi
hibrida luasnya 10 hektar. LL adalah kawasan atau area dalam kawasan SL-PTT
yang berfungsi sebagai media percontohan, tempat belajar dan tempat praktek
penerapan teknologi yang disusun dan diaplikasikan bersama kelompok
tani/petani.
b. Komponen
teknologi yang diterapkan berdasarkan hasil kajian kebutuhan dan peluang (KKP)
oleh petani.
c. Didukung
Pemandu Lapang (PL) yang terdiri dari Penyuluh Pertanian, Pengamat Organisme
Pengganggu Tanaman (POPT), dan Pengawas Benih Tanaman (PBT) yang telah
mengikuti pelatihan. Pemandu sebagai fasilitator memberikan bimbingan. Peserta
dan pemandu saling memberi dan menghargai.
d. Menggunakan
sarana kelompok tani yang sudah terbentuk dan masih aktif, berbasis domisili
atau hamparan dimana lokasi lahan usahataninya masih dalam satu hamparan.
Perencanaan pengambilan keputusan dilakukan bersama dengan kelompok tani dan
gabungan kelompok tani.
e.
Materi pelatihan, praktek, dan sarana belajar
ada di lapangan dan memiliki programa kegiatan untuk satu musim tanam.
f.
Penyelenggaraan SL-PTT berlandaskan pada
beberapa azas sebagai berikut:
• Sawah sebagai sarana belajar
• Belajar lewat pengalaman dan penemuan
petani sendiri
• Pengkajian agroekosistem sawah
• Metode belajar praktis
• Programa berdasarkan keterampilan yang
dibutuhkan
g.
Pendidikan yang dikembangkan dalam SL-PTT
meliputi tiga aspek, yaitu:
• Aspek teknologi: keterampilan dan
pengetahuan
• Aspek hubungan antar petani: interaksi dan
komunikasi
• Aspek pengelolaan: manajer di lahan usaha
Kegiatan SL-PTT di tiap
lokasi akan memiliki jadwal waktu tanam yang beragam, tergantung lokasi
spesifik masing-masing.
(kms.2017)
0 Response to "Perbedaan PTT dan SL- PTT"
Post a Comment