Rantai Pangan : Tengkulak parasit atau benefit ..?
Mencermati tulisan pada tajuk HU.Republika 22 Februari 2017 yang
mengangkat judul " memperbaiki jalur distribusi pangan" bahwa kondisi
rantai pasok distribusi pangan kita perlu perbaikan. Hal ini berkaitan
dengan naiknya harga komoditas cabai beberapa saat ini. Pemerintah dituding
tidak berdaya dalam menghadapi situasi melonjaknya harga pangan.
Beberapa masalah yangg diungkapkan diantaranya adanya mafia
pangan yang selalu dijadikan kambing hitam kasus lonjakan harga pangan.
Ketidaksanggupan BUBM sektor hilir pangan juga dipersoalkan karena tidak mampu
mengerem laju kenaikan harga.
Sampai kepada keluhan adanya dugaan praktek pungli yang kerap
terjadi pada setiap lini distribusi pangan.
Menyoal kasus kenaikan harga pangan, yang seolah biasa
terjadi dan lazim nyaris tanpa solusi yang konkret dari pemerintah. Penulis
punya asumsi lain bahwa alasan alasan yang diungakapkan diatas untuk sebagian
situasi benar adanya. Namun jika menelisik kepada akar permasalahan yang sebenarnya
membelit sektor pertanian jauh dari hanya sekedar disebabkan oleh ketiga alasan
tersebut diatas.
Penulis beranggapan bahwa beberapa hal mendasar yang perlu
difikirkan oleh semua pemangku kepentingan diantaranya.
Pertama ini soal kebijakan ekonomi pertanian yang tidak berpihak
sepenuhnya kepada petani. Pemerintah sangat responsif ketika terjadi lonjakan
harga pangan. Dalihnya adalah melindungi hak konsumen. Namun ketika harga cabai
atau komoditas sayur lainnya anjlok drastis pemerintah kurang memperhatikan.
Ini seakan menguatkan asumsi bhwa pemerintah kurang berpihak terhadap
kesejahteraan petani yang selama ini menjadi jargon pembangunan pertanian.
Kedua soal pasar, bahwa selama ini pasar pertanian kurang
adil bagi petani. Pasar input (penyediaan saprodi), petani dihadapkan pada
struktur pasar kartel (oligopoli). Harga input ditentukan sepihak oleh produsen
penyedia saprodi.
Hal serupa juga juga harus dihadapi di pasar output. Petani
ketika menjual produknya dihadapkan pada situasi yang sulit. Mereka menghadapi
para tengkulak (pedagang besar) yang menguasai jalur pasar dan informasi harga.
Dampaknya nyaris sama harga jual bukan ditentukan oleh petani melainkan oleh
tengkulak. Situasi ini lebih tepatnya maju kena mundur kena. Harga input
produksi yang di terima mahal, sementara harga output produksi murah.
Hal yang seringkali menjadi kambing hitam murahnya harga
output adalah soal infrastruktur dan karateristik produk yang kurang memadai.
Biaya angkut, sortasi, grading, dan packing kerapkali menjadi senjata andalan
para tengkulak buat menekan harga output. Ini sebenarnya problem klasik yang oleh
pemerintah kurang di perhatikan.
Ketiga soal insentif kepada petani, ketika isue kedaulatan
pangan menjadi tajuk dalam pengembangan pertanian ke depan. Maka peran petani
sebagai pelaku usaha mestinya di perlakukan dengan bijaksana. Karena peran
mereka cukup krusial dalam penyediaan pangan nasional. Memperbaiki sektor hilir
wajib dilakukan dengan cara memberikan insentif berupa perbaikan sarana fisik
pertanian, yang paling urgen adalah perbaikan jalan usaha tani. Tujuannya agar
meminimalkan biaya transportasi.
Disamping itu asuransi pertanian perlu ditingkatkan lagi dengan
subsidi pemerintah agar meminimalkan resiko kerugian usaha tani karena faktor
alam.
Kehadiran tengkulak yang disinyalir sebagai penyebab
ketidakpastian harga di pasar faktanya tidak bisa dihilangkan dengan mudah.
Karena terbukti dengan tidak berdayanya BUMN yang bertugas menyerap hasil
produksi petani, diambil alih oleh tengkulak. Dalam posisi seperti ini peran
pemerintah perlu memberikan opsi pilihan harga yang adil dengan cara menambah
peran BUMN penyangga seperti Bulog langsung berhadapan dengan petani menyerap
langsung hasil produksi ditempat.
Rantai tata niaga pertanian yang cenderung berjalan tidak
efisien karena kehadiran tengkulak memang menjadi masalah yaitu kontrol harga yang
mereka lakukan. Menghilangkan peran mereka juga bukan perkara enteng. Jalan
tengahnya adalah bagaimana pemerintah memainkan peran yang selama ini dilakukan
oleh tengkulak melalui peran Bulog dengan melakukan serap langsung hasil
produksi. Menambah lokasi gudang penyimpanan Bulog di sentra sentra produksi
dan menstabilkan harga produksi dengan penerapan harga dasar yang layak dan
ekonomis.
Hal ini tidak semata untuk komoditas hortikultura yang memang
memiliki kelemahan dari sisi kualitas produk yang rentan terhadap perubahan
fisik karena suhu dan waktu. Tetapi untuk komoditas tanaman pangan juga
memiliki permasalahan serupa. Khususnya beras, kenaikan harga beras sangat sensitif
dengan situasi kestabilan politik, akan tetapi penanganannya sering kali kurang
sensitif memperhatikan kesejahteraan petani.
(dhkms.2017)
0 Response to "Rantai Pangan : Tengkulak parasit atau benefit ..?"
Post a Comment