Tanah Airku

Mengatasi Stunting dengan "virus" menanam


Stunting adalah kondisi kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan nutrisi (gizi) yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka kematian bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh tak maksimal saat dewasa.
Kemampuan kognitif para penderita juga berkurang, sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi jangka panjang bagi Indonesia.
Indonesia menduduki peringkat kelima dunia untuk jumlah anak dengan kondisi stunting. Lebih dari sepertiga anak berusia di bawah lima tahun di Indonesia tingginya berada di bawah rata-rata.
Riset Kesehatan Dasar 2013 mencatat prevalensi stunting nasional mencapai 37,2 persen, meningkat dari tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Artinya, pertumbuhan tak maksimal diderita oleh sekitar 8,9 juta anak Indonesia, atau satu dari tiga anak Indonesia. Prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%).
Pencegahan terhadap gizi buruk anak
1. Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil. Ibu hamil harus mendapatkan makanan yang cukup gizi, suplementasi zat gizi (tablet zat besi atau Fe), dan terpantau kesehatannya. Namun, kepatuhan ibu hamil untuk meminum tablet tambah darah hanya 33%. Padahal mereka harus minimal mengkonsumsi 90 tablet selama kehamilan.
2. ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya.
3. Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan.
4. Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan.
Intervensi gizi saja belum cukup untuk mengatasi masalah stunting. Faktor sanitasi dan kebersihan lingkungan berpengaruh pula untuk kesehatan ibu hamil dan tumbuh kembang anak, karena anak usia di bawah dua tahun rentan terhadap berbagai infeksi dan penyakit. Paparan terus menerus terhadap kotoran manusia dan binatang dapat menyebabkan infeksi bakteri kronis. Infeksi tersebut, disebabkan oleh praktik sanitasi dan kebersihan yang kurang baik, membuat gizi sulit diserap oleh tubuh.  
Rendahnya sanitasi dan kebersihan lingkungan pun memicu gangguan saluran pencernaan, yang membuat energi untuk pertumbuhan teralihkan kepada perlawanan tubuh menghadapi infeksi. Sebuah riset menemukan bahwa semakin sering seorang anak menderita diare, maka semakin besar pula ancaman stunting untuknya. Selain itu, saat anak sakit, lazimnya selera makan mereka pun berkurang, sehingga asupan gizi makin rendah. Maka, pertumbuhan sel otak yang seharusnya sangat pesat dalam dua tahun pertama seorang anak menjadi terhambat. Dampaknya, anak tersebut terancam menderita stunting, yang mengakibatkan pertumbuhan mental dan fisiknya terganggu, sehingga potensinya tak dapat berkembang dengan maksimal.
Penelitian lain menunjukkan potensi stunting berkurang jika ada intervensi yang terfokus pada perubahan perilaku dalam sanitasi dan kebersihan.3 Adapun akses terhadap sanitasi yang baik berkontribusi dalam penurunan stunting sebesar 27%.4 Untuk memotong rantai buruknya sanitasi dan kebersihan serta kaitannya dengan stunting, ibu hamil dan anak perlu hidup dalam lingkungan yang bersih. Dua cara utama adalah dengan tidak buang air besar sembarangan, serta mencuci tangan dengan sabun.
Mengatasi problem stunting
Pemerintah berkomitmen untuk mengurangi stunting dan meningkatkan standar sanitasi. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional telah menargetkan penurunan angka stunting anak di bawah lima tahun menjadi 32% pada 2015. Dengan angka stunting anak balita pada 2013 yang masih 37%, artinya masih ada 5% penurunan yang perlu dikejar dalam waktu dekat.
Pemerintah bersama pemangku kepentingan lainnya telah menyepakati sejumlah intervensi gizi spesifik, atau langsung, untuk mencegah dan menanggulangi stunting, antara lain:
1. Promosi ASI dan Makanan Pendamping ASI yang bergizi,
2. Pemberian tablet zat besi-folat atau multivitamin dan mineral untuk ibu hamil dan menyusui,
3. Pemberian zat penambah gizi mikro untuk anak,
4. Pemberian obat cacing pada anak,
5. Pemberian suplemen vitamin A untuk anak balita,
6. Penanganan anak dengan gizi buruk,
7. Fortifikasi makanan dengan zat gizi mikro seperti Vitamin A, besi dan yodium,
8. Pencegahan dan pengobatan malaria bagi ibu hamil, bayi dan anak-anak.
Selain itu, intervensi juga dilakukan dalam sektor-sektor lain untuk menanggulangi penyebab tidak langsung terjadinya kurang gizi, seperti lingkungan yang buruk, kurangnya akses terhadap layanan kesehatan berkualitas, pola asuh yang tidak memadai serta permasalahan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. intervensi-gizi sensitif atau tidak langsung ini meliputi:
1. intervensi pola hidup bersih sehat (PHBS) seperti cuci tangan pakai sabun dan peningkatan akses air bersih,
2. Stimulasi psikososial bagi bayi dan anak-anak,
3. Keluarga Berencana,
4. Kebun gizi di rumah/di sekolah, diversifikasi pangan, pemeliharaan ternak dan perikanan,
5. Bantuan langsung tunai yang digabungkan dengan intervensi lain seperti pemberian zat gizi dan pendidikan terkait kesehatan dan gizi.
Pendekataan partisipatif masyarakat sangat diperlukan dalam mengatasi problem stunting khususnya di pedesaan. Salah satu penyebab asupan gizi yang kurang adalah minimnya akses (daya beli) masyakarat untuk memperoleh kecukupan pangan. Faktor kecukupan ekonomi keluarga kerapkali menjadi penyebab penting munculnya masalah kerawanan pangan di pedesaan.
Perlu adanya peningkatan kesadaran masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan secara swadaya dan swakelola. Melalui gerakan pengelolaan kebun gizi keluarga merupakan salah satu upaya yang sangat potensial dilaksanakan khususnya masyarakat pedesaan.
Gerakan pengelolaan kebun gizi keluarga ini dapat ditempuh melalui pemanfaatan lahan pekarangan
dan kebun keluarga. Dengan berbagai tanaman yang adapatif terhadap ekologi setempat. Bisa dengan menananam tanaman sayuran semusim yang mudah di tanam seperti ; caisin, kangkung, bayam, terung. Atau tanaman sayuran semusim yang kurang adaptif ditanam seperti paria, buncis, cabe, pakcoy. Bahkan tanaman sayuran yang memiliki adaptasi tinggi seperti tomat.

Selain tanaman sayuran pilihan lain yang bisa dilaksanakan dalam mengelola kebun gizi keluarga adalah dengan menanam tanaman farmaka (obat-obatan/rempah) semisal ; kencur, temu lawak, kapolaga, kunyit, dan jahe.
Tentunya semua ini selain dapat memenuhi kebutuhan gizi keluarga khususnya sayuran dan serat,
juga sangat memungkinkan menambah potensi ekonomi keluarga. Karena tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga saja, akan tetapi bisa dijual untuk meningkatkan pendapatan keluarga.
Peternakan dan perikanan juga tidak menutup kemungkinan untuk dikembangkan dalam skala kecil (keluarga) peternakan unggas seperti ayam ras (kampung), bebek petelur/pedaging, merupakan komoditi yang bernilai ekonomi tinggi. Alternatip pengelolaan perikanan
dipesawahan (mina padi) sangat dimungkinkan dilaksanakan, mengingat lahan sawah saat ini hanya
 fokus untuk meningkarkan produksi padi. Tidak ada salah nya dengan mengkombinasikan tanaman
padi dan perikanan di lahan pesawahan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan gizi dan pendapatan keluarga.

Apalagi penerapan perikanan sawah bukan teknologi yang baru, sejak tahun 1940-an metode perikanan di sawah ini sudah mulai di kembangkan.
Dengan meningkatkan “virus” gerakan kesadaran bercocok tanam, beternak, dan gemar menanam ikan di pesawahan, merupakan salah satu upaya menjangkau akses pemenuhan gizi bagi keluarga. Pada akhirnya persoalan stunting
di pedesaan khususnya dapat secara perlahan teratasi.

Penulis : Dandan Hendayana,SP (Staf Dinas Pertanian P2H Cianjur)
Sumber bacaan :
Stunting dan Masa Depan Indonesia (Millennium Challenge Account - www.mca-indonesia.go.id)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Mengatasi Stunting dengan "virus" menanam "

Post a Comment