Kelemahan Distribusi Pupuk
Sistem distribusi pupuk yang berlaku pada saat ini, dituangkan dalam SK Permendag, yang mengatur tentang pengadaan dan penyaluran pupuk bersusidi untuk sektor pertanian. Aturan menganut sistem berjenjang dan bersifat pasif terbuka. Berjenjang artinya sistem distribusi dilakukan oleh beberapa pelaku distribusi (distributor dan pengecer resmi) yang masing-masing mempunyai tugas dan tanggung jawab, sedangkan bersifat pasif artinya petani sendiri yang mendatangi pengecer resmi untuk membeli pupuk. Bersifat terbuka berarti hanya terdiri dari delivery system saja tidak dilengkapi oleh receiving system dan juga tidak dilengkapi oleh accountability system. Tidak ada kewajiban secara eksplisit bagi pengecer resmi di atas untuk menyalurkan/menjual habis pupuk bersubsidi yang sudah diterima dari distributor kepada petani dalam kurun waktu tertentu.
Sedangkan untuk jumlah alokasi kebutuhan dan harga eceran tertinggi di atur dalam Peraturan Menteri Pertanian , yang mengatur kebutuhan dan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersusidi untuk sektor pertanian tahun anggaran 2014.
Kelemahan pada distribusi pupuk bersubsidi, dimana terjadi kasus-kasus kelangkaan pupuk atau penyimpangan dari sasaran (petani/kelompok tani), umumnya dilihat sebagai kelemahan pada sistem distribusi dan bukan karena kurangnya stok pada tingkat produsen. Dapat dimengerti bahwa penanganan sistem distribusi lebih kompleks di Indonesia, mengingat persebaran wilayah dan bentuk geografis kita sebagai negara kepulauan sesungguhnya membutuhkan mekanisme distribusi yang beragam (multiple distribution channel). Pupuk tidak semata-mata harus disebarkan secara merata di berbagai wilayah, melainkan harus pula memenuhi asas 6 tepat (tepat jenis, jumlah, mutu, waktu, tempat dan harga). Secara empiris, penerapan asas 6 tepat ini mengikuti grafik permintaan pupuk yang bervariasi menurut jadwal musim tanam di masing- masing wilayah, dimana stok pupuk seharusnya telah tersedia di tingkat pengecer sebelum musim tanam baru dimulai. Apabila terjadi gangguan pada system distribusi, maka petani mengalami kesulitan memperoleh pupuk atau lebih dikenaldengan fenomena “kelangkaan pupuk”. Kelangkaan pupuk di tingkat petani bukan disebabkan kurangnya jumlah produksi pupuk melainkan lebih dikarenakan lemahnya sistem distribusi. Demikian pula masalah-masalah lain dalam penyaluran, penyimpanan, dan pemasaran pupukbersubsidi umumnya berpangkal pada sistem distribusi yang belum terkoordinasi dengan efektif.
Isu kelangkaan pupuk yang hampir terjadi secara berulang setiap menjelang musim tanam padi disebabkan oleh (1) turunnya produksi pupuk akibat gangguan pasokan gas bumi dan adanya gangguan teknis pabrik, (2) terjadinya peningkatan kebutuhan pupuk nasional terutama di Pulau Jawa, (3) beberapa produsen dan distributor pupuk tidak melaksanakan Keputusan Menperindag Nomor 70/MPP/Kep/2/2003 secara penuh, (4) adanya disparitas harga pupuk urea antara pupuk bersubsidi untuk
petani dengan pupuk untuk perkebunan dan industri, dan (5) sejumlah pedagang pengumpul menjual pupuk urea bersubsidi kepada pihak perusahaan swasta besar (perkebunan atau industri) atau bahkan menyelundupkannya ke luar negeri.
by.admin
0 Response to "Kelemahan Distribusi Pupuk "
Post a Comment