PENGARUH BERBAGAI VARIABEL EKONOMI TERHADAP KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM
I. Latar Belakang
Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan berbagai bencana alam yang datang silih berganti tiada henti. Peristiwa terakhir yang kita saksikan adalah bencana banjir bandang yang terjadi di Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat, tsunami di Mentawai, dan letusan Gunung Merapi. Di lain tempat tak jauh dari kita, bisa kita lihat Jakarta yang kini berada dalam ancaman banjir yang bisa terjadi setiap saat.
Beberapa peneliti pun bahkan telah memprediksi, jika tidak ada upaya substansial yang dilakukan secara radikal, maka dalam kurun waktu yang tak lama lagi sebagian besar wilayah Jakarta yang juga merupakan simbol dari negara ini akan segera tenggelam. Melihat fenomena ini, sudah saatnya kita tidak mencari kambing hitam ketika bencana alam atau lebih tepatnya bencana ekologis terjadi. Karena jika kita menyadari, bencana-bencana tersebut terjadi bukan saja karena fenomena alam, melainkan sedikit banyak kita juga berkontribusi dalam mempercepat terjadinya bencana tersebut.
Sebagai negara yang dikaruniani kekayaan alam yang melimpah, Indonesia memang membutuhkan hasil ekstraksi dari sumber daya daya alam tersebut dalam membangun ekonominya. Secara teoritis, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan telah lama menjadi perdebatan yang cukup krusial.
Teori ekonomi tradisional menyebutkan adanya trade-off antara pembangunan ekonomi dan kesinambungan sumberdaya alam/lingkungan hidup. Pertanyaan-pertanyaan mengenai mengenai trade-off antara pembangunan ekonomi dan konservasi sumber daya alam (SDA) juga semakin mengemuka terutama di negara-negara berkembang di kawasan Asia, Amerika Latin, dan Afrika yang umumnya masih mengandalkan potensi sumber daya alam (SDA) seperti hutan dan pertambangan bahan-bahan mineral sebagai sumber pendapatan ekonomi (Lee et al, 2005).
Upaya menyeimbangkan kepentingan untuk pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan merupakan hal yang tak mudah dalam praktik. Feiock dan Stream (2001) menyebutkan bahwa banyak pemimpin di dunia dihadapkan pada pilihan yang rumit antara menjaga kelestarian lingkungan dan upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Namun demikian, Feiock dan Stream (2001) dalam studinya mengenai dampak kebijakan lingkungan terhadap investasi swasta di 50 negara bagian di AS dalam kurun 1983-1994 menyebutkan bahwa tingkat investasi swasta dan pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan dengan regulasi lingkungan yang dapat mengurangi ketidakpastian.
Hasil kesimpulan studi mereka juga menyebutkan, konflik kepentingan antara bisnis dan kepentingan lingkungan memang tak bisa dihindari. Beberapa unsur tertentu dari regulasi lingkungan mungkin akan menciptakan disentif bagi kegiatan ekonomi, namun secara umum kebijakan lingkungan yang dibarengi dengan reformasi kelembagaan pada institusi yang berwenang dalam mengawasi kelestarian lingkungan hidup justru akan mendorong investasi dan mempercepat pembangunan ekonomi. Tentunya investasi yang dimaksud tidak hanya bersifat mengeruk SDA tanpa kendali, namun harus memberikan manfaat bagi pengembangan modal fisik dan insani sekaligus tetap memperhatikan kaidah kesinambungan SDA dalam jangka panjang.
Eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam juga akan menimbulkan biaya yang jauh lebih besar ketimbang dari manfaat ekonomi yang bisa kita ambil ketika "mother nature fights back" dalam bentuk bencana alam dan dampak kerusakan lingkungan terhadap kelangsungan kehidupan manusia. Apalagi saat ini kita telah mulai merasakan dampak perubahan iklim yang semakin nyata dengan semakin tidak jelasnya batasan antara musim penghujan dan musim kemarau.
Kita bisa lihat akibat perubahan iklim dengan semakin seringnya terdengar berita gagal panen petani atau rusaknya tanaman mereka akibat iklim yang semakin tak menentu. Dampak dari perubahan iklim akibat kurang bijaksananya kita dalam mengeksploitasi SDA (misalnya pembabatan hutan yang tak terkendali) dan manajemen pengelolaan lingkungan hidup yang tidak memperhatikan kaidah kesinambungan (sustainability) tentunya akan sangat berpengaruh dalam mempercepat kehancuran alam tempat kita berpijak.
Jika alam sudah tak bersahabat dan bencana semakin sering tejadi, maka hal ini pun akan berdampak terhadap kita utamanya masyarakat yang masih hidup di bawah ambang batas kemiskinan di pedesaan dan kawasan terpencil yang masih menggantungkan hidupnya kepada pertanian. Selain itu, eksploitasi SDA yang kurang bijaksana akan menyebabkan hilangnya ecosystem service seperti udara bersih dan segar, air bersih, dan keseimbangan ekosistem yang turut menopang keberlanjutan kehidupan manusia.
Berdasarkam pembahasan di atas maka judul makalah yang saya ambil adalah ‘’Pengaruh Variabel Ekonomi Terhadap Konservasi Sumber Daya Alam“.
II. Rumusan Masalah
Beradasarkan latar belakang di atas hal yang akan dibahas di sini adalah :
Bagaimana pengaruh variabel ekonomi (tingkat bunga, masalah ketidakpastian, perpajakan, kebijakan harga, hak penguasaan/property right, persewaan, bentuk pasar) terhadap konservasi sumber daya alam?
III. Pembahasann Pengaruh Variabel Ekonomi Terhadap Konservasi SDA
Seperti sudah sebagian besar disinggung bahwa banyak variabel ekonomi yang mempengaruhi konservasi sumber daya alam seperti: tingkat bunga, preverensi waktu, pendapatan, sewa, ketidakpastian, pajak, kebijakan harga, hak penguasaan (property right), stabilitas ekonomi, dan bentuk pasar. Masing-masing variabel itu akan dibicarakan satu per satu pada bagian berikut.
a. Tingkat Bunga
Diantara berbagai kegiatan ekonomi yang mempengaruhi konservasi, tingkat bunga merupakan salah satu faktor yang paling konsisten. Tingkat bunga digunakan dalam perencanaan pengambilan sumber daya alam untuk membuat penerimaan bersih dimasa datang dapat dibandingkan satu sama lain selama suatu interval waktu perencanaan tertentu. Penerimaan bersih dimasa datang didiskonto sehingga diketahui nilai sekarangnya (present value). Ini berarti dengan tingkat bunga yang positif penerimaan bersih dimasa datang yang sama besarnya tetapi dengan interval waktu yang berbeda, nilainya akan turun dengan semakin jauhnya jarak waktu dari saat diambilnya suatu keputusan.
Suatu kenaikan dalam tingkat bunga akan berarti adanya suatu penurunan yang progresif dalam nilai sekarang dari penerimaan bersih. Progresivitas ini bersifat proporsional dengan jarak waktu, dan semakin cepat dengan semakin jauhnya jarak waktu. Sebagai akibat dari kenaikan tingkat bunga, seorang pengelola akan mencoba mengubah distribusi waktu dari penerimaan bersih ke arah masa kini. Hal ini dapat dilaksanakan dengan mendistribusikan biaya ke arah masa yang akan datang. Jadi suatu kenaikan tingkat bunga cenderung merubah distribusi tingkat penggunaan sumber daya alam ke arah masa sekarang dan ini berarti suatu tindakan deplisi. Deplisi adalah suatu cara pengambilan SDA secara besar-besaran. Sebaliknya, suatu penurunan tingkat bunga akan berarkibat adanya tiundakan konservasi yaitu distribusi penggunaan sumber daya alam dengan arah masa yang akan datang.
Mengenai tingkat bunga yang dipakai oleh perencana individual adalah tingkat bunga internal yang identik dengan tingkat bunga pasar (market rate of interest) yang ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran akan uang. Untuk perencanaan dibawah pemerintah biasanya digunakan bunga sosial (social rate of interest).
b. Ketidakpastiaan
Ketidakpastiaan benar-benar ada dalam bentuk harapan terhadap penerimaan dan biaya yang sering kali diperkirakan oleh para pembuat keputusan dengan probabilitas kurang dari satu. Tinggi rendahnya derajat ketidakpastian dipengaruhi oleh ketidakpastian dalam harapan dan preferensi mengenai ketidakpastian itu. Pembuat keputusan menerima berbagai macan ketidakpastian dengan macam-macam konsekuensi :
· Menerima ketidakpastian seluruhnya memperkecil kemungkinan penerima pendapatan bersih serta dalam jumlah yang lebih kecil.
· Menerima ketidakpastian dengan melakukan “Hedging” artinya produsen sumber daya alam menggeser beban ketidakpastian kepada spesialis yaitu spekulan yang sudah profesional. Dengan cara ini ketidakpastian dalam penerimaan dan ketidakpastian dalam biaya diperkecil. Ketidakpastian diterima dengan meningkatkan fleksibilitas dengan perencanaan.
· Pada umumnya ketidakpastian terhadap suatu harapan meningkatkan dengan semakin lamanya waktu. Semakin jauh terjadinya harapan itu dari saat sekarang akan semakin tinggi derajat ketidakpastian tersebut.
Ketidakpastian yang paling utama yang timbul oleh adanya teknologi, perubahan permintaan masyarakat kosumen dan perubahan lembaga-lembaga sosial selalu meningkat dengan semakin berkembangnya waktu. Sedangkan ketidakpastian yang berkaitan dengan alam akan meningkatkan pula dengan berkembangnya waktu tetapi hanya sampai pada batas waktu tertentu; sebagai misal adanya banjir, kekeringan, kebakaran, dsb. Para perencana mengetahui bahwa semakin dekat dengan tanggal jatuh dari suatu harapan, semakin kecil pula derajat ketidakpastiaan tersebut. Oleh karena itu rencana pemanfaatan sumber daya alam harus fleksibel dan dicerminkan oleh besarnya diskonto. Ketidakpastian meningkat dengan berkembangnya waktu dan oleh karena bersifat subjektif.
Dari uraian diatas kita dapat memahami dampak dari ketidakpastian terhadap keputusan konservasi. Peluang ketidakpastian dipengaruhi oleh ketidakpastian akan harapan dan preverensi terhadap ketidakpastian itu. Preverensi terhadap ketidakpastian tidak dipengaruhi oleh waktu. Selanjutnya kita dapat mempertanyakan bagaimana dampak preverensi ketidakpastian akan suatu harapan terhadap keputusan konservasi.
Dalam membicarakan perubahan-perubahan ketidakpastian suatu harapan dapat dianggap bahwa perubahan-perubahan itu berlaku bagi suatu interval waktu perencanaan tertentu. Setelah suatu saat tertentu, besarnya proporsional dengan ketidakpastian dalam periode sebelumnya. Dengan anggapan tersebut perubahan-perubahan dalam preverensi ketidakpastian memiliki akibat yang sama terhadap keputusan konservasi seperti halnya dengan ketidakpastian dari suatu harapan. Selanjutnya bila diskonto ketidakpastian semakin tinggi berarti ada penurunan yang progresif dalam nilai sekarang dari penerimaan bersih yang akan datang. Akibatnya pembuat keputusan akan merubah distribusi waktu penggunaan kearah sekarang atau bersifat deplisi. Sebaliknya penurunan dalam diskonto ketidakpastian akan berarkibat konservasi yaitu distribusi waktu penggunaan mengarah ke masa yang akan datang.
c. Perpajakan
Dalam hal konservasi sumber daya alam pajak mempunyai peranan yang lebih penting daripada sewa. Perpajakan sering dapat digunakan dengan lebih mudah dan lebih efektif bagi kebijakan konservasi.
Apabila suatu jenis “pajak baru” dikenakan, kita perlu mengetahui bagaimana pajak itu didistribusikan sepanjang waktu, dan bagaimana hubungan antara berbagai tingkat penggunaan sumber daya alam pada interval waktu yang berbeda dipengaruhi oleh pengenaan pajak itu. Pada umumnya pajak yang menyebabkan harga barang sumber daya alam turun akan mendorong timbulnya keputusan untuk konservasi dan sebaliknya bila pajak menyebabkan harga barang sumber daya alam akan naik dan menimbulkan keputusan deplisi. Oleh karena itu pajak “tidak langsung” yang memiliki sifat beban pajaknya dapat digeserkan sebagian atau seluruhnya kepada pembeli akan cenderung menimbulkan keputusan konservasi. Hal ini sesungguhnya berkaitan dengan perubahan pendapatan yaitu bahwa setiap kebijakan yang menurunkan tingkat pendaoatan akan cenderung mendorong konservasi, sedangkan bila kebijakan itu berakibat menaikkan pendapat akan cenderung menimbulkan keputusan deplisi.
d. Kebijakan Harga
Dalam bagian ini akan kita lihat bagaimana akibat dari perubahan harga dalam output (luaran) dan harga input (masukan) terhadap keputusan untuk konservasi sumber daya alam.
Perubahan harga barang baik input maupun output dapat mempengaruhi keputusan konservasi secara merata sepanjang periode perencanaan dan pengaruhnya tudak meningkat dengan berkembangnya waktu seperti halnya pada perubahan tingkat bunga ketidakpastian. Suatu perubahan harga yang merta pengaruhnya sepanjang periode perencanaan tidak akan memberikan dorongan untuk merubah distribusi waktu tingkat penggunaan sumber daya alam.
Saling hubungan dalam tingkat penggunaan sumber daya alam melalui penerimaan marjinal (marginal revenue) dan biaya marjinal macam produk yang dipengaruhinya. Sebagai misal, akan berbeda akibatnya terhadap keputusan untuk konservasi bila terdapat perubahan harga pupuk atau perubahan harga bajak yang harus dipakai oleh petani.
Untuk mengetahui dengan jelas tentang pengaruh perubahan harga terhadap keputusan konservasi sumber daya alam, kita terlebih dahulu akan mempelajari bagaimana perubahan- perubahan itu didistribusikan sepanjang waktu dan bagaimana hubungan antara tingkat penggunaan dalam berbagai interval yang berbeda lewat pengaruhnya terhadap penerimaan marjinal (marginal revenue) dan biaya marjinal (marginal cost). Untuk menyederhanakan analisa, kita akan melihat hubungan perubahan itu dalam kaitannya dengan pengaruhnya terhadap hubungan-hubungan yang saling melengakapi, saling bersaingan, dan tidak ada hubungan sama sekali diantara masing-masing tingkat pengguna itu.
Dalam hal saingan ketergantungan dalam tingkat penggunaan lewat penerimaan, pada umumnya penggunaan sumber daya yang dapat diperbarui atau yang pulih seperti pertanian, ladang pengembalaan dan kehutanan tidak mempunyai hubungan dalam penerimaan untuk semua interval. Dalam hal saling ketergantungan lewat biaya produksi, kita dapat menganggap bahwa perubahan harga akan memperkuat atau memperlemah komplementaritas atau lewat buaya sepanjang seluruh periode perencaan.
Marilah kita lihat sekarang bagaimana perubahan harga mempengaruhi keputusan konservasi sumber daya alam dengan menggunakan asumsi-asumsi yang paling praktis.
Apabila dianggap bahwa saling ketergantungan tingkat penggunaan sumber daya alam lewat penerimaan dan biaya tidak terpengaruh oleh perubahan harga input atau output, maka suatukenaikan dalam harga produK (output) yang diharapkan terjadi dalam periode perencanaan yang akan datang dan tidak diketahui kapan berakhirnya, atau suatu kenaikan dalam harga produk diharapkan akan semakin tinggi dengan berkembangnya waktu, hal ini akan mendorong perencana untuk menggeser penggunaan sumber daya alam kemasa yang akan datang yang berarti adanya konservasi. Sebaliknya bila ada harapan harga barang/produk untuk menurun dengan menggunakan asumsi yang sama akan mengakibatkan adanya deplisi. Dalam waktu praktek, pada umunya para perencana memperkirakan bahwa harga-harga berkembang dengan arah yang sama seperti untuk masa-masa mandatang, yang ini dapat dinyatakan dalam elastisitas mengenai harga yang diharapkan. Elastisitas ini dapat dinyatakan sebagai rasio antara presentase perubahan harga dimasa yang akan datang dan presentase perubahan harga saat ini.
Sekarang bagaimana kalau kenaikan harga produk itu hanya untuk beberapa periode waktu saja misalnya empat/lima tahun. Hal ini akan membuat perencana untuk menggeser tingkat penggunaan kemasa dimana akan terjadi harga barang-barang sumber daya alam (output).
Kemudian apabila harga faktor produksi (input) berubah, pengaruh dari perbedaan dalam distribusi waktu cenderung merupakan kebalkikan dari kesimpulan diatas yaitu menghindari penggunaan pada saat terjadinya kenaikan biaya produksi dan para perencana akan berusaha menggunakan sumber daya alam yang paling produktif. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh perubahan faktor produksi tertentu selalui bersifat konservasi dalam kondisi teknologi apapun, seperti pupuk, benih, traktor dan sebagainya. Sedangkan faktor produksi lain bersifat menguras sumber daya alam (depleting) sebagai misalnya mesin gergaji dalam perusahaan penebangan kayu di hutan.
Jadi faktor-faktor produksi yang bersifat mendorong konservasi selalu memperkuat hubungan saling melengkapi (complementer) atau saling mengurangi persaingan dalam biaya di antara berbagai penggunaan. Sebaliknya akan ditunjukkan oleh faktor produksi yang bersifat menguras sumber daya alam yaitu cenderung melemahkan hubungan komplementer dan memperkuat hubungan persaingan. Dengan demikian secara hati-hati kita akan dapat menyatakan bahwa penurunan harga faktor produksi yang bersifat deplitif akan mengakibatkan timbulnya deplisi, dan sebaliknya apabila harga-harga menurun untuk jasa konservasi dan meningkat untuk jasa deplisi, maka akan terjadilah konservasi.
Bagaimana kalau harga produk yang berubah? Memang baisanya kalau kita membicarakan mengenai konservasi dan pelisi akan berkaitan dengan produk atau output, khusunya yang berhubungan dengan konservasi tanah.
Dalam pertanian yang bersifat tumpang sari terdapat tanaman (produk) yang bersifat memperkuat komplementaritas atau memperlemah persaingan dalam biaya produksi, dan ada pula tanaman yang biasanya memperlemah komplementaritas atau memperkuat persaingan dalam hal biaya. Sebagai contoh yang pertama adalah rumput gajah untuk tanaman ternak dan contoh kedua adalah tanaman tembakau atau kapas. Tanaman rumput gajah merupaka tanaman yang bersifat konservasi dan tamanan tembakau dan kapas bersifat deplisi.
Apabila kenaikan harga membawa perluasan tanaman rumput gajah, maka hal ini bersifat konservasi. Tetapi apabila perluasan tanaman rumput menggantikan tanaman kayu hutan, maka ini bersifat deplisi, tetapi kalau tembakau itu menggantikan tanaman padi-padian maka bersifat konservasi. Jadi dalam hal ini istilah komplementaritas dan persaingan menunjukkan hubungan antara berbagai tanaman (produk) dan dari hubungan itu dapat diketahui hubungan anatara berbagai periode perencanaan.
Untuk tanaman atau produk yang bersifat deplitif perlu dilakukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengurangi pengurasan sumber daya alam. Namun demikian sering pula ada pertimbangan lain seperti stabilitas harga dan penyediaan kebutuhan pokok.
Demi tersedianya kebutuhan pangan pokok masyarakat dan kestabilan ekonomi serta politik, pemerintah sering menempuh kebijakan subsidi harga baik untuk faktor produksi (input) maupun hasil produksi (output). Dalam mempertimbangkan hubungan antara pendapatan dan keputusan konservasi, kita menyimpulkan bahwa subsidi kepada pemakai faktor produksi untuk meningkatkan pendapatannya, terutama untuk kelompok berpendapatan rendah, bersifat lebih efektif sebagai kebijakan pemerintah, daripada subsudi harga produk. Hal ini khusunya dilihat dari pandangan konservasi menggunakan asumsi yang tepat mengenai distribusi waktu dari subsidi itu serta pengaruhnya terhadap saling hubungan antara berbagai tingkat penggunaan, maka bantuan subsidi tersebut merupakan suatu alat konservasi yang tidak menentu.
Kebijakan subsidi harga biasanya ada batas waktunya atau tidak bertambah tinggi dengan berjalannya waktu karena kebijakan itu lebih tergantung pada suasana politik pemerintah, sehinggan pasti akan berakhir pada suatu saat tertentu. Oleh karena itu maka kebijakan subsidi harga akan mendorong para pemakai sumber daya alam untuk menggeser tingkat penggunaan ke masa dimana kebijakan itu lebih pasti adanya yaitu ke arah sekarang, yang ini berarti deplitif sifatnya.
e. Hak Penguasaan (Property Right)
Kelembagaan mempengaruhi keputusan konservasi lewat beberapa cara yaitu lewauhnya tert pengahadap terhadap tingkat bunga, ketidakpastian, dan harga. Dua faktor utama, tingkat bunga dan ketidakpastian sangat dipengaruhi oleh perkembangan waktu, sedangkan perubahan harga tidak.
Kekuatan-kekuatan ekonomi yang telah dibicarakan di atas sangat dipengaruhi oleh kelembagaan sosial. Dalam uraian berikut akan dibahas mengenai pengaruh dari kelembagaan sosial terhadap keputusan konservasi perorangan.
Meskipun konservasi dipengaruhi oleh kelembagaan sosial di berbagai bidang, namun kita hemdaknya memusatkan perhatian pada kelembagaan di bidang ekonomi diantara berbagai kelembagaan ekonomi, hak penguasaan merupakan lembaga yang utama dalam mempengaruhi keputusan untuk konservasi. Hal ini disebebkan hak penguasaan itu menurun lebih lanjut lembaga-lembaga ekonomi yang lain seperti sistem persewaan, kredit dan perpajakan.
Penguasaan merupakan ikatan atau kumpulan hak untuk mengawasi dan menggunakan sumber daya alam oleh seseorang atau sekelompok orang. Hak untuk mengawasi dan menggunakan ini dapat dipecah-pecah di antara organisasi publik (negara), pemilik, pemakai, kreditur, pekerja, dan sebagainya.
Ketidakpastian hak penguasaan atas sumber daya alam ada apabila pemakai harus dikuasai atau ditangkap terlebih dahulu lewat penggunaan. Sebagai misal satwa liar, di hutan atau ikan-ikan di laut, minyak bumi, gas alam dan air tanah, semuanya mempunyai sifat yang demikian.
Penguasaan terhadap sumber daya alam tidaklah jelas dalam contoh diatas. Hak penguasaan yang jelas hanya berlaku bagi sumber daya yang sudah dikuasai saja. Setiap pemakai sumber daya alam ini berusaha untuk melindungi diri mereka terhadap yang lain dengan mengusahakan pemilikan melalui penangkapan atau pengambilan secepat mungkin. Penundaan dalam pemanfaatan atau penggunaan akan berarti adanya ketidakpastian, karena orang lain mungkin sekali akan mengambilnya. Apabila ketidakpastian ini sangat besar, maka bagi pengambil keputusan perorangan akan cenderung untuk segera mengambil sumber daya alam itu, yang ini berarti bersifat deplisi. Tetapi apabila hak penguasaan itu jelas, maka tindakan deplisi terhadap sumber daya alam itu tidak ekonomis lagi sifatnya. Sebagai akibatnya, maka setiap perorangan akan berusaha menguasai dan mengambil sumber daya alam jenis itu, sehingga akan terjadi pengambilan sumber daya secara boros. Karena ada sifat pemborosan sumber daya alam ini, maka diperlukan campur tangan pemerintah seperti adanya pengaturan jarak pembuatan sumur, pengaturan alat penangkap ikan di laut dan sebagainya.
Pada pokoknya ada dua cara untuk mengobati masalah pemborosan sumber daya alam karena adanya ketidakpastian pada pengusahaanya. Pertama adalah pengawasan terhadap penggunaan sumber daya alam melalui hukum dan aturan-aturan pemerintah sedemikian rupa sehingga keinginan untuk menangkap atau mengambil sumber daya itu hilang. Cara yang kedua ialah dengan membuat pengawasan terhadap penggunaan sumber daya alam itu secara langsung.
Disamping ketidakpastian dalam penguasaan sumber daya alam, ketidakstabilan dalam hak penguasaan dapat pula terjadi, yang pada gilirannya akan mempengaruhi penggunaan seumber daya alam. Apabila hak penguasaan itu kurang aman atau tidak stabil, maka akan mendorong timbulnya rasa ketidakpastian dan selanjutnya akan timbul tindakan deplisi.
Sebagai contoh seorang penyewa sebidang lahan akan berusaha untuk mengambil kekayaan dari tanah itu secepat mungkin bila ia tidak yakin apakah jangka waktu sewanya itu dapat diperpanjang atau tidak. Demikian pula seorang petani akan merasa khawatir untuk dihentikan hak sewanya bila kemarau panjang tiba dan ia tidak dapat membayar sewa. Sebagai akibatnya ialah akan ada tindakan yang deplitif sifatnya, dan sebaliknya bila sifat penguasaan itu lebih stabil akan cenderung ada konservasi. Tekanan mengenai ketidakpastian hak penguasaan sebagai suatu sebab pemborosan sumber daya alam tidak berarti bahwa hak penguasaan yang stabil secara absolut sepanjang waktu dikehendaki untuk adanya konservasi. Hal ini karena perubahan dalam hak penguasaan itu sesungguhnya diperlukan juga berhubung dengan adanya perubahan kebudayaan masyarakat, tujuan masyarakat mengenai hak penguasaan itu, maupun perubahan dalam konsep penguasaan sepanjang masa. Oleh karena itu struktur maupun bentuk hukum dari hak penguasaan itupun harus berubah pula.
Selanjutnya ketidakseimbangan dalam hak penguasaan terhadap sumber daya alam juga memperngaruhi adanya keputusan konservasi. Yang dimaksud dengan ketidakseimbangan hak penguasaan adalah bila hak mengakibatkan distribusi penerimaan dan biaya di antara anggota masyarakat sedemikian rupa sehingga pengambilan keputusan tidak tertarik untuk memasukkannya dalam perhitungan. Jadi disini terdapat apa yang disebut eksternalitas. Pada umumnya pengambilan keputusan, walaupun ekternaslitas itu bersangkutan dengan keputusan, walaupun eksternalitas itu bersangkutan dengan keputusan yang diambilnya. Sebagai contoh seringkali dampak negatif yang diterima oleh orang lain itu lebih berat daripada yang diterima oleh orang yang bertindak menebang hutan atau yang mempunyai pabrik.
Sebagai contoh dari eksternalitas ialah bila seseorang yang menebang pohon di ladangnya, maka ia dapat menimbulkan erosi tidak hanya bagi tanah miliknya tetapi juga bagi tanah milik orang lain, terutama yang ada dibagian bawah dari ladang tersebut. Contoh lain adalah adanya pabrik bumbu masak di sekitar kali Surabaya yang telah mencermarkan air sungai tersebut dan dengan sendirinya juga mencemari air minum di daerah tersebut.
Dengan adanya ketidakseimbangan dalam hak penguasaan itu, maka akan cenderung ada deplisi sumber daya alam. Oleh karena itu hak penguasaan harus diusahakan sedemikian rupa agar kepentingan sosial mendapat perhatian pula.
f. Persewaan
Persewaan menunjukkan hubungan antara pemilik dan penyewa atau pemakai sumber daya alam yang berupa penyerahan hak penguasaan dari pemilik kepada pemakai. Pemilikan atas suatu sumber daya alam merupakan dasar bagi hak untuk menggunakan sumber daya alam tersebut, sehingga membedakan antara pemilik dan pemakai sumber daya alam sesungguhnya hampir tidak mungkin.
Dalam hak milik, hak penguasaan mencakup hak untuk mendapatkan sumber daya alam dan hak untuk mendapatkan posisi utama dalam hal pembagian hasil dari penggunaan sumber daya alam tersebut. Dalam hak memakai, penguasaan dibatasi pada hak-hak yang diserahkan oleh pemilik sumber daya alam dalam batas waktu tertentu. Persewaan sumber daya alam mempunyai dampak pula terhadap keputusan konservasi. Kita mengetahui bahwa tingkat bunga merupakan faktor utama yang mempengaruhi keputusan untuk konservasi. Namun pengaruh sistem persewaan perlu pula dipertimbangkan khususnya dari sisi pengambilan keputusan konservasi. Pemisahan fungsi pengambilan keputusan antara pemilik dan penyewa adalah wajar.
Persewaan mempengaruhi keputusan konservasi terutama melalui ketidakstabilan keadaan, pembebanan penerimaan dan biaya terhadap pemilik maupun penyewa/pemakai, harga sewa, serta perubahan-perubahan hasil dari ketidaksempurnaan pasar.
Ketidakstabilan dalam persewaan dapat timbul dari adanya kebiasaan dan adat istiadat yang mempengaruhi pengambilan keputusan mengenai hak penguasaan (property right). Biasanya adat dan kebiasaan mampu menjaga kestabilan dalam hak sumber daya alam. Namun demikian adat dan kebiasaan sulit untuk diterapkan du suatu daerah yang semula tidak memiliki adat dan kebiasaan tersebut. Oleh karena itu agar dapat mengurangi ketidakpastian berhubungan dengan sistem sewa menyewa yang telah terlalu pendek dan tidak formal maka harus diusahakan adanya suatu kontrak sewa menyewa yang lebih lama jangka waktunya. Tetapi pada umumnya baik pemilik maupun penyewa enggan untuk diikat terlalu lama karena ketidakpastian ekonomi maupun karena kemungkinan timbulnya benturan-benturan kepentingan diantara mereka. Kalau kita dapat menekan dua hal ini yaitu ketidakpastian dan kemungkinkan benturan tadi berarti adanya kontrak sewa jangka panjang kemungkinan diadakannya konservasi terhadap sumber daya alam menjadi lebih dimungkinkan. Dengan kontrak sewa jangka panjang kemungkinan diadakannya konservasi terhadap sumber daya alam menjadi lebih tinggi. Dan sebaliknya kontrak sewa jangka pendek akan mendorong timbulnya deplisi sumber daya alam oleh penyewa.
Pembagian penerimaan dan beban biaya antara pemilik dan penyewa juga mempengaruhi keputusan untuk konservasi. Bila hasil dan biaya yang diharapkan dalam kaitannya dengan kegiatan yang dilaksanakan oleh penyewa, seluruhnya ditanggung oleh penyewa, maka ia tidak akan merubah rencana penggunaan sumber daya alam ke arah konservasi sebab penyewa tersebut bukanlah pemilik dari sumber daya alam itu. Harga sewa tetap juga mempengaruhi keputusan konservasi karena sifatnya uang regresif yaitu dengan pendapatan yang semakin tinggi karena perkembangan harga, presentase sewa semakin rendah, sehingga penyewa akan cenderung mengadakan konservasi. Harga sewa yang tetap dapat dihindari bila dinyatakan dalam presentase tertentu terhadap penerimaan.
g. Bentuk Pasar
Bentuk pasar bukan merupakan institusi atau kelembagaan yang timbul karena adanya lembaga pemilikan. Sesungguhnya bentuk pasar baik untuk produk maupun faktor produksi merupakan lembaga penting yang menentukan penggunaan sumber daya alam.
Dalam pasar yang bersifat persaingan sempurna, dan para pengusaha berada pada tingkat efesiensi yang optimal, harga produk yang diaharapkan selalu sama dengan penerimaan marjinal yang diharapkan untuk masa perencanaan yang sama. Dalam pasar yang demikian harga tidak dapat dipengaruhi oleh produsen. Dengan demikian maka dalam pasar persaingan sempurna, tingkat penggunaan sumber daya alam untuk masing-masing periode perencanaan yang berbeda tidak mempunyai hubungan dalam penerimaan, sehingga ketergantungan dalam penerimaan dapat diabaikan dalam kaitannya dengan keputusan konservasi, karena itu kita akan memusatkan perhatian pada keterkaitan antar masa penggunaan lewat biaya produksi saja. Dalam pasar monopoli, keterkaitan antar tingkat penggunaan melalui penerimaan pada masa yang berbeda akan mempengaruhi keputusan keputusan.
Kita akan membandingkan bagaimana dampak bentuk pasar itu terhadap keputusan konservasi dengan anggapan kondisi perekonomian dan teknologi itu tetap. Pada umumnya, dengan suatu anggapan yang terbatas, tingkat penggunaan sumber daya alam dalam pasar monopoli lebih sedikit daripada dalam pasar persaingan sempurna. Untuk mengetahui dampak pasar monopoli terhadap distribusi tingkat penggunaan sumber daya alam, perlu diketahui terlebih dahulu apakah tingkat penggunaan sekarang bersifat komplementer bersaing atau netral dalam hubungannya dengan tingkat penggunaan dimasa datang lewat penerimaan. Apabila hubungan itu bersifat bersaing (kompetitif) maka pasar monopoli itu akan cenderung bersifat konservasi dibanding dengan apabila pasar itu bersifat persaingan sempurna. Sedangkan bila sifatnya komplementer, pasar monopoli akan akan cenderung ke deplisi dibanding dengan pasar persaingan sempurna.
Lebih jauh lagi kita mengetahui bahwa tingkat penggunaan dapat bersifat kompetitif melalui penerimaan bila sumber daya atau produknya bersifat tahan lama seperti batu permata, gedung, mesin dan sebagainya.
Ketidakstabilan ekonomi selalu dihadapi oleh perusahaan atau industri karena memang merupakan bagian dari proses prosuksi. Ketidakstabilan itu dapat timbul dalam hal kepanenan karena keadaan cuaca yang tidak menentu. Ketidakstabilan akan meningkatkan peluang ketidakpastian dalam proses produksi sehingga akan mempengaruhi keputusan konservasi.
IV. Penutup
Berdasarkan penjelasan di atas, kesimpulan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Tingkat bunga.
Tingkat bunga digunakan dalam perencanaan pengembangan sumberdaya alam untuk membuat penerimaan bersih dimasa datang dapat dibandingkan satu sama lain selama satu interval waktu perencanaan tertentu.
2. Masalah Ketidakpastian
Tinggi rendahnya ketidakpastian dipengaruhi oleh ketidakpastian dalam harapan dan preferensi mengenai ketidakpastian itu, pembuat keputusan menerima berbagai macam ketidakpastian dengan macam-macam konsekuensi. Mengenai ketidakpastian seluruhnya sehingga memperkecil kemungkinan menerima pendapatan bersih serta dalam jumlah yang lebih kecil. Menerima ketidakpastian dengan melakukan “hedging”, artinya produsen sumber daya alam menggeser beban ketidakpastian dalam penerimaan dan ketidakpastian dalam biaya diperkecil. Ketidakpastian diterima dengan meningkatkan fleksibilitas dalam perencanaan.
3. Perpajakan
Pada umumnya pajak yang menyebabkan harga barang sumber daya alam turun akan mendorong timbulnya keputusan untuk konservasi dan sebaliknya bila pajak menyebabkan harga sumber daya alam naik akan menimbulkan keputusan untuk deplisi.
4. Kebijakan harga.
Suatu kenaikan harga produk diharapkan akan semakin tinggi dengan berkembangnya waktu, hal ini akan mendorong perencana untuk menggeser penggunaan sumber daya alam ke masa yang akan datang yang berarti adanya konservasi, sebaliknya bila harga barang/produk menurun dengan menggunakan asumsi yang sama akan mengakibatkan adanya deplisi.
5. Hak Penguasaan (Property Right)
Hak penguasaan yang jelas hanya berlaku bagi sumber daya yang sudah dikuasai saja. Setiap pemakai sumber daya alam ini berusaha untuk melindungi diri mereka terhadap yang lain dengan mengusahakan pemilikan melalui penangkapan atau pengambilan secepat mungkin. Penundaan dalam pemanfaatan atau penggunaan akan berarti adanya ketidakpastian, karena orang lain mungkin sekali akan mengambilnya.
6. Persewaan
Persewaan mempengaruhi keputusan konservasi terutama melalui ketidakstabilan keadaan, pembebanan penerimaan dan biaya terhadap pemilik maupun penyewa/pemakai, harga sewa, serta perubahan-perubahan hasil dari ketidaksempurnaan pasar.
7. Bentuk pasar.
Dalam pasar yang bersifat persaingan sempurna tingkat penggunaan sumber daya untuk masing-masing periode perencanaan yang berbeda tidak mempunyai hubungan dalam penerimaan, sehingga ketergantungan didalam penerimaan dapat diabaikan dalam kaitannya dengan keputusan konservasi. Sedangkan tingkat penggunaan sumber daya dalam pasar monopoli lebih sedikit daripada dalam pasar persaingan sempurna. Pasar monopoli akan cenderung bersifat konservasi dibanding dengan akan apabila pasar itu bersifat persaingan sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin. 2004. Ekonomi Pembangunan. Yogakarta: Sekolah Tinggi Ekonomi YKPN
Reksodiprodjo, Sukanto. 2000. Pengertian Produktivitas. Jakarta: Bumi Aksara.
Faustino Cardos, Gomes. 2002. Manajemen Sumber Daya Alam. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Mathis dan Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya Alam, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Yogyakarta: Salemba Empat.
Irawan, M. Suparmoko, 1995. Ekonomi Pembangunan. Edisi Lima. Cetakan ke Empat. Yogyakarta: Penerbit BPFE.
Kuncoro, Mudrajad. 1997. Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah dan Kebijakan. Cetakan pertama, unit penerbitan dan percetakan akademi manajemen perusahaan YKPN Yogyakarta.
0 Response to "PENGARUH BERBAGAI VARIABEL EKONOMI TERHADAP KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM"
Post a Comment