BLPP CIHEA DARI MASA KE MASA
KAWASAN Cihea, Kabupaten Cianjur, dikenal sebagai salah satu
sentra produksi padi di wilayah Jawa Harat. Pada lokasi ini terdapat sejumlah
balai lingkup pertanian, salah satunya adalah Balai Pelatihan Pertanian
(Bapeltan) Cihea, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat
yang berada di kawasan Bojongpicung Cianjur.
Keberadaan kawasan Cihea-Bojongpicung tersebut sebenarnya
memiliki sejarah panjang karena sejak zaman kolonial belanda. Lokasi tersebut
diketahui dahulunya bernama Regeering Rijsthoeve Cihea yang menurut catatan
sejumlah surat kabar yang tersimpan di Koninklijke Bibliothbek Belanda dan
arsip BBPP Cihea, mulai berdiri tahun 1919.
Sisa-sisa kejayaan Regeering Rijsthoeve Cihea yang pada zamannya merupakan perusahaan pertanian padi milik pemerintah Hindia Belanda, masih terlihat sampai kini.Selain hamparan suwah yang masih luas,juga terdapat sejumlah aliran saluran irigasi yang cukup terawat dan menjadi pemandangan khas kawasan Cihea yang melintasi sampai Jalan Raya Ciranjang-Cianjur.
Berdasarkan arsip Koninklijke Bibliotheek Belanda pula
disebutkan Regeering Rijsthoeve Tjihea merupakan kawasan perusahaan pertanian
padi milik pemerintah Hindia Belanda. Dalam operasionalnya, Reguering
Rijsthoeve berfingsi sebagai penyuplai pasokan padi untuk willayah Jawa Barat.
Diberitakan Het
nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie terbitan 15 April
1920, sebagai administratur Regeering Rijsthoeve Tjihea yang pertama adalah
Reinders, yang dari namanya, Reinders adalah orang Jerman. Kawasan Regeering
Rijsthoeve Tjihea dilengkapi satu pabrik penggilingan gabah untuk kemudian
menghasilkan padi dan benih padi yang digunakan untuk
memasok kebutuhan di wilayah Jawa Barat.
De Indische Courant pada 4
Juli 1929 memberitakan, pada masa itu jumlah pemukiman di Cihea masih sedikit.
Bahkan, kemudian terjadi wabah penyakit malaria yang mengakibatkan banyak orang
tewas, terutama para pekerja di lingkungan Regeering Rijsthoeve Tjihea.
Kisah perjalanan Regeering Rijsthoeve Tjihea baru kembali diketahui
pihak Belanda saat berupaya kembali menguasai lokasi tersebut selepas
kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Pihak Belanda memandang keberadaan
Regeering Rijsthoeve Tjihea sebagai instalasi vital bagi pasokan padi dan benih
padi untuk Jawa Barat.
Diberitahukan, Nieuwe
courant terbitan 14 Agustus 1946, dengan mengutip Kantor
Berita Aneta dari Bandung, pihak Belanda kembali memasuki kawasan Regeering
Rijsthoeve Tjihea dalam keadaan kosong tanpa penghuni. Dari luasan total 7.500
hektare, hanya sepertiganya yang ditanami padi tetapi mengalami kondisi
kekeringan besar karena saat itu pada Agustus sedang puncak kemarau.
Dalam kondisi tersebut, kata berita itu, Regeering Rijsthoeve
Tjihea mengalami serangan hama tikus tapi belum membahayakan. Sementara
jaringan irigasinya masih utuh dan masih berfungsi dengan baik.
Disebutkan, pihak Belanda segera melakukan perbaikan kawasan
Regeering Rijsthoeve Tjihea dalam target harus cepat selesai. Sejumlah penduduk
disepanjang jalur Padalarang dan Cianjur kemudian dikerahkan untuk mengolah
tanah agar segera dapat ditanami kembali oleh tanaman pangan.
ALGEMEEN Indisch
Dagblad pada 16 Mei 1947 memberitakan,
kawasan Cihea sebenarnya dikenal sebagai daerah sentra produksi beras yang
sehat dan kawasan pertanian yang subur. Namun kemudian kondisinya menjadi
merana saat pendudukan Jepang pada Perang Dunia II tahun 1942-1945, lalu
kemudian segera dipulihkan oleh pihak Belanda.
Diceritakan, beberapa wartawan asal Amerika, Australia, Prancis,
dan Belanda membuat perjalanan dari Bandung ke Batavia. Mereka memberitakan,
ada salah satu daerah yang paling subur di Pulau Jawa, yaitu Cihea, sekitar 20
km dari arah timur Cianjur.
Para Wartawan tersebut menuliskan, merasa kagum dengan keindahan
alam daerah Cianjur, khusunya Cihea yang merupakan hamparan sawah yang luas.
Mereka membayangkan, kondisinya berbeda dengan tahun 1920-an, di mana kawasan
Cihea asalnya hanya lahan basah dan rawa yang dipenuhi nyamuk malaria yang
kemudian dihuni sekitar 3.000 orang Indonesia dalam kondisi buruk yang semuanya
terserang penyakit malaria.
Diberitahukan pula, oleh Pemerintah Hindia Belanda, kawasan
Cihea kemudian diubah menjadi kawasan pertanian produktif. Bahkan sejak tahun
1920, Cihea dijadikan lumbung pangan sejati untuk Pulau Jawa.
Diceritakan pula, pada tahun 1941 di Cihea kemudian terdapat
lebih dari 40.000 petani sehat yang menggarap lebih dari 5.200 hektare sawah
intensif. Produktifitas padi di Cihea pada masa itu adalah 6 ton/hektare pada
sawah irigasi. Bersamaan dengan masa itu pula wabah penyakit malaria mulai
menghilang di Cihea.
De Locomotief terbitan
16 Juni 1950 memberitakan, sehari sebelumnya ada kelompok tak dikenal dalam
jumlah besar menyerang kawasan Regeering Rijsthoeve Tjihea yang sudah berganti
nama menjadi Perusahaan Pertanian Cihea. Dalam kejadian itu, sebanyak 12
personel Perusahaan Pertanian Cihea tewas dan salah seorang penyerang kemudian
ditangkap.
Keberadaan BLPP Cihea
Balai Latihan Pegawai Pertanian Cihea (BLPP Cihea), merupakan balai latihan yang di khususkan bagi
para pegawai pertanian (penyuluh pertanian). BLPP Cihea ini didirikan pada tahun 1978 dengan peresmian yang dilaksanakan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 28 Januari 1978. Gedung BLPP Cihea sendiri di resmikan 4 tahun kemudian tepatnya pada tanggal 5 Maret 1982 oleh Menteri Pertanian saat itu Ir.Soedarsono Hadisaputro. BLPP Cihea sekarang statusnya sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) yang berada di bawah wewenang Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Jawa Barat. BLPP Cihea sekarang berganti nama menjadi Balai Pelatihan Pertanian Tanaman Pangandan Hortikultura (BPPTPH) Propinsi Jawa Barat. Balai Pelatihan Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPPTPH) beralamat di JL. Terusan Moch. Ali Bojongpicung, Neglasari, Cianjur, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat 43283.
by.admin
sumber referensi :
http://distan.jabarprov.go.id/distan/blog/detail/3710-mengenang-kejayaan-kawasan-pertanian-cihea
0 Response to "BLPP CIHEA DARI MASA KE MASA "
Post a Comment