Analisis Sebab dan Dampak Gempa Bumi Cianjur 5.6 Mangnitudo (21 Nopember 2022)
Indonesia menempati zona tektonik
yang sangat aktif karena tiga lempeng besar dunia dan sembilan lempeng kecil
lainnya saling bertemu di wilayah Indonesia dan membentuk jalurjalur pertemuan
lempeng yang kompleks (Bird, 2003). Keberadaan interaksi antar lempeng lempeng
ini menempatkan wilayah Indonesia sebagai wilayah yang sangat rawan terhadap
gempa bumi (Milson et al., 1992). Permasalahan utama dari peristiwa peristiwa
gempa adalah sangat potensial mengakibatkan kerugian yang besar, merupakan
kejadian alam yang belum dapat diperhitungkan dan diperkirakan secara akurat
baik kapan dan dimana terjadinya serta magnitudenya dan gempa tidak dapat
dicegah. Karena tidak dapat dicegah dan tidak dapat diperkirakan secara akurat,
usaha-usaha yang biasa dilakukan adalah menghindari wilayah dimana terdapat
patahan atau sesar, kemungkinan tsunami dan longsor, serta bangunan sipil harus
direncanakan dan dibangun tahan gempa.
Dalam beberapa tahun terakhir telah
tercatat berbagai aktivitas gempa besar di Indonesia, yaitu Gempa Aceh disertai
tsunami tahun 2004 (Mw = 9,2), Gempa Nias tahun 2005 (Mw = 8,7), Gempa Jogja
tahun 2006 (Mw = 6,3), Gempa Tasik tahun 2009 (Mw = 7,4) dan terakhir Gempa
Padang tahun 2009 (Mw = 7,6). Gempagempa tersebut telah menyebabkan ribuan
korban jiwa, keruntuhan dan kerusakan ribuan infrastruktur dan bangunan, serta
dana trilyunan rupiah untuk rehabilitasi dan rekonstruksi.
Berdasarkan data dari BNPB (Badan
Nasional Penanggulangan Bencana) bahwa dalam kurun waktu tahun 1828 – 2017 di
seluruh provinsi di Indonesia tercatat 515 kejadian gempabumi dimana jumlah
kejadian gempabumi yang paling tinggi yaitu pada tahun 2009 sebanyak 54
kejadian dan jumlah korban jiwa yaitu sebanyak 1286 orang, sedangkan jumlah
korban jiwa yang paling tinggi yaitu pada tahun 2006 sebanyak 5700 orang dengan
jumlah kejadian sebanyak 33 bencana gempabumi.
Kabupaten Cianjur merupakan salah
satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Menurut data BNPB
Kabupaten Cianjur pernah dilanda bencana gempa bumi pada tahun 2009
(http://dibi.bnpb.go.id/). Berdasarkan informasi tersebut kejadian gempabumi
yang melanda Kabupaten Cianjur mengakibatkan 28 orang meninggal, 42 hilang dan
21 orang luka-luka serta 10047 penduduk mengungsi. Kejadian gempabumi tersebut
telah merendam rumah penduduk, akses jalan serta areal lahan pertanian warga.
Gempa bumi terbaru yang melanda
Kabupaten Cianjur terjadi pada Tanggal
21 Nopember 2022, siang hari (13:21:10 WIB) dengan kekuatan Mw 5.6.
Berdasarkan data BMKG, hingga tanggal 22 November 2022 telah tercatat 140
gempa-gempa susulan (aftershocks) dengan magnitudo 1.2-4.2 dan kedalaman
rata-rata sekitar 10 km, dimana 5 gempa diantaranya dirasakan oleh masyarakat
sekitar.
Gempabumi utama (mainshock) Mw 5.6 berdampak dan dirasakan di kota Cianjur dengan skala intensitas V-VI MMI (Modified Mercalli Insensity); Garut dan Sukabumi IV-V MMI; Cimahi, Lembang, Kota Bandung, Cikalong Wetan, Rangkasbitung, Bogor dan Bayah dengan skala intensitas III MMI; Tangerang Selatan, Jakarta dan Depok dengan skala intensitas II-III MMI.
Analisis Gempa Bumi Cianjur
Gempabumi yang terjadi di daerah
Cianjur ini termasuk jenis gempa tektonik kerak dangkal (shallow crustal earthquake)
dengan tipe mainshock-aftershocks, yaitu gempabumi utama yang kemudian diikuti
oleh serangkaian gempabumi susulan (Mogi, 1963). Berdasarkan sebaran episenter
dan hiposenter hasil relokasi (Gambar 1), gempabumi ini sangat menarik, dimana
gempa utama (mainshock) berlokasi di arah utara Sesar Cimandiri segmen
Rajamandala, sementara gempa-gempa susulannya (aftershocks) berada di sebelah
Timur Laut relatif terhadap gempa utama.
Mekanisme fokus gempa utama Mw 5.6
ini menunjukkan sesar geser mengiri (sinistral strike-slip fault) pada arah
Barat Daya-Timur Laut yang mirip dengan dominasi pergerakan dari Sesar
Cimandiri segmen Rajamandala. Jika kita melihat sebaran episeter gempa-gempa
susulan hasil relokasi pada Gambar 1, cluster (kumpulan) gempabumi susulan
tersebut berarah Barat Daya-Timur Laut pada jarak sekitar 15 km sebelah utara
dari Sesar Cimandiri segmen Rajamandala.
Berdasarkan mekanisme fokus gempa
utama dan sebaran hiposenter hasil relokasi, kami membuat interpretasi sesar
penyebab gempa Mw 5.6 ini dan area sesarnya (garis putus-putus warna biru dan
kotak putus-putus warna biru pada Gambar 1 bagian bawah) yang merupakan sesar
geser mengiri dan memiliki dip ke arah Barat Laut. Untuk interpretasi lebih
lanjut diperlukan validasi dari lapangan dan data pendukung lainnya.
Gambar 1. Episenter dan hiposenter gempabumi Cianjur
hasil relokasi tanggal 21 November 2022. Bulatan merah menunjukkan episenter
gempa berdasarkan kedalaman. Garis warna merah adalah sesar aktif dari Irsyam
dkk. (2017). Mekanisme fokus gempa dari https://inatews.bmkg.go.id/. Garis
putus-putus warna biru pada gambar kiri bawah adalah interpretasi sesar
penyebab gempa Mw 5.6 dan kotak putus-putus warna biru pada gambar kanan bawah
adalah interpetasi area sesar berdasarkan sebaran gempa-gempa susulan.
Akibat dan Dampak Bencana
Pengkajian akibat merupakan pengkajian atas akibat langsung dan tidak langsung kejadian bencana terhadap seluruh aspek penghidupan manusia. Ketentuan mengenai unsur-unsur yang membangun komponen akibat bencana dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
Tabel 1. Komponen Akibat Bencana
Komponen |
Keterangan |
Kerusakan |
Perubahan bentuk pada aset fisik dan infrastruktur milik
pemerintah, masyarakat, keluarga dan badan usaha sehingga terganggu fungsinya
secara parsial atau total sebagai akibat langsung dari suatu bencana.
Misalnya, kerusakan rumah, sekolah, pusat kesehatan, pabrik, tempat usaha,
tempat ibadah dan lain-lain dalam kategori tingkat kerusakan ringan, sedang
dan berat. |
Kerugian |
Meningkatnya biaya kesempatan atau hilangnya kesempatan
untuk memperoleh keuntungan ekonomi karena kerusakan aset milik pemerintah,
masyarakat, keluarga dan badan usaha sebagai akibat tidak langsung dari suatu
bencana. Misalnya, potensi pendapatan yang berkurang, pengeluaran yang bertambah
selama periode waktu hingga aset dipulihkan. |
Gangguan Akses |
Hilang atau terganggunya akses individu, keluarga dan
masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan dasarnya akibat suatu bencana.
Misalnya, rumah yang rusak atau hancur karena bencana mengakibatkan orang
kehilangan akses terhadap naungan sebagai kebutuhan dasar. Rusaknya rumah
sakit atau fasilitas layanan kesehatan mengakibatkan orang kehilangan akses
terhadap pelayanan kesehatan sebagai kebutuhan dasar. Kerusakan sarana
produksi pertanian membuat hilangnya akses keluarga petani terhadap hak atas
pekerjaan. |
Gangguan Fungsi |
Hilang atau terganggunya fungsi kemasyarakatan dan
pemerintahan akibat suatu bencana. Misalnya, rusaknya suatu gedung
pemerintahan mengakibatkan terhentinya fungsi-fungsi administrasi umum,
penyediaan keamanan, ketertiban hukum dan pelayanan-pelayanan dasar. Demikian
juga bila proses-proses kemasyarakatan dasar terganggu, seperti proses
musyawarah, pengambilan keputusan masyarakat, proses perlindungan masyarakat,
proses-proses sosial dan budaya. |
Meningkatnya Risiko |
Meningkatnya kerentanan dan atau menurunnya kapasitas
individu, keluarga dan masyarakat sebagai akibat dari suatu bencana.
Misalnya, bencana mengakibatkan perburukan terhadap kondisi aset, kondisi kesehatan,
kondisi pendidikan dan kondisi kejiwaan sebuah keluarga, dengan demikian
kapasitas keluarga semakin menurun atau kerentanannya semakin meningkat bila
terjadi bencana berikutnya. |
Komponen pengkajian dampak meliputi pengkajian dampak bencana terhadap aspekaspek ekonomi-fiskal, sosial-budaya-politik, pembangunan manusia dan infrastrukturlingkungan secara agregat (total). Pengkajian dampak bencana merupakan pengkajian yang bersifat jangka menengah dan jangka panjang. Pengkajian dampak bencana berguna untuk memandu agar pengkajian kebutuhan pemulihan pascabencana memiliki orientasi strategis dalam jangka menengah dan jangka panjang.
Tabel 2. Komponen Dampak Bencana
Komponen |
Keterangan |
Ekonomi dan Fiskal |
Dampak ekonomi adalah penurunan kapasitas ekonomi
masyarakat di tingkat kabupaten/kota setelah terjadi bencana yang
berimplikasi terhadap produksi domestik regional bruto. Kapasitas ekonomi
masyarakat tersebut meliputi tingkat inflasi, tingkat konsumsi masyarakat,
tingkat kesenjangan pendapatan, tingkat pengangguran, angka kemiskinan dan
lain-lain. Penurunan terhadap investasi, impor serta ekspor juga dapat
diidentifikasi sebagai dampak bencana terhadap perekonomian. Dampak fiskal adalah penurunan terhadap kapasitas keuangan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai dampak bencana dalam jangka
pendek hingga menengah. Kapasitas keuangan pemerintah meliputi kapasitas
pendapatan yang bersumber dari pajak, retribusi dan pendapatan bagi hasil
atas kekayaan negara yang dipisahkan. Penurunan kapasitas ini berimplikasi
pada menurunnya kemampuan anggaran pemerintah untuk menjalankan fungsi
alokasi, distribusi dan stabilisasinya. |
Sosial, Budaya dan Politik |
Dampak budaya adalah perubahan sistem nilai, etika dan
norma dalam masyarakat setelah bencana. Contoh dampak terhadap budaya adalah
menurunnya kegiatan-kegiatan kebudayaan, berubahnya standar nilai dalam
masyarakat dan lain-lain. Dampak budaya berimplikasi pada perubahan struktur
sosial dalam jangka menengah dan panjang. Perubahan ini mencakup perubahan
cara dan perilaku kehidupan sosial di masyarakat setelah bencana.
Meningkatnya masalah-masalah sosial setelah bencana dapat menjadi tolok ukur
adanya dampak sosial akibat bencana. Misalnya meningkatnya konflik sosial, meningkatnya
kekerasan berbasis gender, meningkatnya jumlah pekerja anak dan meningkatnya
perceraian. Dampak politik adalah perubahan struktur kuasa dan perilaku
politik dalam jangka menengah dan panjang setelah terjadi bencana. Contoh
dampak politik adalah bencana berimplikasi pada peningkatan konflik berbasis
politik karena perebutan sumber daya setelah bencana. Atau menurunnya
kepercayaan publik terhadap pemimpin yang dipilih secara demokratis karena
salah kelola dalam penanganan bencana. |
Pembangunan Manusia |
Dampak pembangunan manusia adalah dampak bencana terhadap
kualitas kehidupan manusia dalam jangka menengah dan jangka panjang yang
diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia, Indeks Ketimpangan Gender dan
Indeks Kemiskinan Multidimensional. Kualitas pembangunan manusia diatas dapat
diprediksi dari indikator-indikator jumlah anak yang bisa bersekolah, jumlah
perempuan dan laki-laki yang bisa bekerja, jumlah keluarga yang memiliki
akses terhadap air bersih serta tingkat akses terhadap pelayanan dasar
seperti pendidikan, kesehatan, kependudukan dan lain-lain. |
Lingkungan |
Dampak terhadap lingkungan adalah penurunan kualitas
lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan manusia dan membutuhkan
pemulihan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Penurunan ini misalnya penurunan
ketersediaan sumber air bersih, kerusakan hutan dan kerusakan daerah aliran
sungai serta kepunahan spesiesspesies langka setelah bencana |
Pengkajian Kebutuhan Pascabencana/Post Disaster Need
Asessment (PDNA) adalah suatu rangkaian kegiatan pengkajian dan penilaian
akibat, analisis dampak, dan perkiraan kebutuhan, yang menjadi dasar bagi
penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi. Pengkajian dan penilaian
meliputi identifikasi dan penghitungan kerusakan dan kerugian fisik dan non
fisik yang menyangkut aspek pembangunan manusia, perumahan atau pemukiman,
infrastruktur, ekonomi, sosial dan lintas sektor.
Analisis dampak melibatkan tinjauan
keterkaitan dan nilai agregat (total) dari akibat-akibat bencana dan implikasi
umumnya terhadap aspek-aspek fisik dan lingkungan, perekonomian, psikososial,
budaya, politik dan tata pemerintahan. Perkiraan kebutuhan adalah penghitungan
biaya yang diperlukan untuk menyelenggarakan kegiatan rehabilitasi dan
rekonstruksi. PDNA bertujuan agar upaya-upaya pemulihan pascabencana
berorientasi pada pemulihan harkat dan martabat manusia secara utuh. Semangat
ini tertuang pada ketiga komponen PDNA sebagai berikut. 1. Pengkajian akibat
bencana; 2. Pengkajian dampak bencana; dan 3. Pengkajian kebutuhan
pascabencana.
Komponen-komponen dalam PDNA diatas memiliki
kesaling-terhubungan dalam rangka memandu proses penyusunan rencana aksi
rehabilitasi dan rekonstruksi maupun untuk melakukan upaya pemulihan
pascabencana. Hubungan antar komponen-komponen dalam PDNA tampak pada diagram
dibawah ini:
Diagram 1. Alur Proses PDNA
Perkiraan kebutuhan pemulihan dalam PDNA berorientasi
pada pemetaan kebutuhan untuk pemulihan awal , rehabilitasi dan rekonstruksi.
a) Kebutuhan pemulihan awal adalah rangkaian kegiatan mendesak
yang harus dilakukan saat berakhirnya masa tanggap darurat dalam bentuk
pemulihkan fungsi-fungsi dasar kehidupan bermasyarakat menuju tahap
rehabilitasi dan rekonstruksi. Kebutuhan pemulihan awal ini dapat berupa
kebutuhan fisik maupun non fisik. Pemenuhan kebutuhan pemulihan awal harus
berorientasi pada pembangunan yang berkelanjutan. Pemenuhan kebutuhan ini
misalnya penyediaan kebutuhan pangan, penyediaan sekolah sementara,
pemulihan layanan pengobatan di PUSKESMAS dengan melibatkan dokter dan
paramedik di PUSKESMAS tersebut sehingga pemulihannya bisa lebih cepat termasuk
penyediaan layanan psiko-sosial.
b) Kebutuhan rehabilitasi adalah kebutuhan perbaikan dan
pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang
memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau
berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada
wilayah pascabencana.
c) Kebutuhan rekonstruksi adalah kebutuhan pembangunan kembali
semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada
tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan
ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat
Dengan demikian, komponen
pembangunan, penggantian, penyediaan akses, pemulihan proses dan pengurangan
risiko harus dipilah-pilah dalam kerangka pemulihan awal, rehabilitasi dan
rekonstruksi pascabencana. Berikut ini adalah tabel komponen perkiraan
kebutuhan dalam PDNA.
Tabel 3. Komponen Perkiraan Kebutuhan
Komponen |
Keterangan |
Pembangunan |
Kebutuhan pembangunan bertujuan untuk memulihkan aset milik
pemerintah, masyarakat, keluarga dan badan usaha setelah terjadi bencana.
Pembangunan kembali ini harus mengutamakan prinsip pembangunan kembali yang
lebih tahan bencana sehingga pengurangan risiko bencana wajib menjadi
pertimbangan dalam memperkirakan kebutuhan pascabencana. |
Penggantian |
Kebutuhan penggantian bertujuan untuk mengganti kerugian
ekonomi yang dialami oleh pemerintah, masyarakat, keluarga dan badan usaha
sebagai akibat dari bencana. Penggantian juga harus berorientasi pada
pemulihan kapasitas ekonomi dalam jangka panjang sehingga harus efektif,
efisien dan berkelanjutan. |
Penyediaan bantuan akses |
Kebutuhan penyediaan bantuan yang bertujuan untuk membantu
memulihkan akses individu, keluarga dan masyarakat terhadap hakhak dasar
seperti pendidikan, kesehatan, pangan, jaminan sosial, perumahan, budaya,
pekerjaan, kependudukan dan lain-lain. Penyediaan ini harus dilakukan dalam
rangka pemulihan sistem pelayanan dasar yang ada. |
Pemulihan fungsi |
Kebutuhan pemulihan fungsi merupakan kebutuhan yang
bertujuan untuk menjalankan kembali fungsi atau proses pemerintahan dan
kemasyarakatan. Fungsi pemerintahan misalnya memulihkan fungsi pemerintahan
desa yang terganggu akibat bencana atau memulihkan fungsi PUSKESMAS dalam
melayani kebutuhan kesehatan masyarakat. Pemulihan proses kemasyarakatan
misalnya pemulihan organisasi RT dan RW, kelompok posyandu, kelompok tani dan
organisasi berbasis masyarakat lainnya. |
Pengurangan risiko |
Kebutuhan pengurangan risiko meliputi kebutuhan mencegah
dan melemahkan ancaman, kebutuhan mengurangi kerentanan terhadap bencana dan
kebutuhan meningkatkan kapasitas masyarakat dan pemerintah dalam menghadapi
kemungkinan bencana di masa datang. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan
pemulihan awal dan kebutuhan pemulihan jangka panjang untuk merespon peningkatan
risiko akibat bencana. |
Berdasarkan infografis https://gis.bnpb.go.id/ penananganan bencana Gempa Bumi
Cianjur 5.6 Magnitudo, data cut off pada tanggal 21 Desember 2022 Pkl.
17.00 WIB, kondisi yang diakibatkan adalah :
Tabel 5.
Komponen Akibat dan Dampak Bencana
No |
Komponen |
Keterangan |
1 |
Korban Meninggal
Dunia |
338 Jiwa |
2 |
Korban Luka Dirawat |
2 Jiwa* (*di Cianjur) |
3 |
Korban Dalam Pencarian |
5 Jiwa |
4 |
Korban Pengungsi |
114.683 Jiwa |
5 |
Kerusakan |
59.574 Total Rumah
Rusak (Data
Sementara) 14.537 Rumah Rusak
Berat 17.097 Rumah Rusak
Sedang 27.940 Rumah Rusak
Ringan
Fasilitas
Pendidikan Rusak 701 Unit Kantor/Gedung
Rusak 18 Unit Fasilitas
Ibadah Rusak 281 Unit |
6 |
Lokasi Terdampak |
16 Kecamatan 180 Desa |
Sumber data Gempabumi Cianjur 2022 (bnpb.go.id)
1. Update data : Posko
Penanganan Bencana Gempabumi Cianjur
2. Skahemaps dan
epicentre gempabumi : BMKG
3. Titik Pengungsi :
Assessmen KPPPA, DPPKBP3A Kab. Cianjur, BNPB
4. Data citra UAV
(Drone) : Kolaborasi BNPB dan Fly for Humanity
5. Pendataan Rumah
Rusak : Rutena (KemenPUPR) dan BNPB
Kebutuhan pemulihan awal ini dapat berupa kebutuhan fisik maupun non fisik. Pemenuhan kebutuhan pemulihan awal harus berorientasi pada pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu aspek pemenuhan kebutuhan pemulihan awal yang penting dan dianggap mendesak adalah pemenuhan kebutuhan pangan pokok (beras) bagi korban pengungsi.
Tabel 6. Data Pengungsi Terpilah
No |
Komponen |
Keterangan |
1 |
Jumlah
Pengungsi |
114.683 Jiwa
|
2 |
Jumlah Pengungsi
Laki Laki |
54.781 Jiwa |
3 |
Jumlah
Pengungsi Perempuan |
59.902 Jiwa |
4 |
Jumlah KK
Pengungsi |
41.166 KK |
5 |
Jumlah
Titik Pengungsi Mandiri |
119 titik |
6 |
Jumlah
Titik Pengungsi Terpusat |
375 titik |
7 |
Jumlah
Titik Pengungsian |
494 titik |
Tabel 6. Perkiraan Kebutuhan Pangan Pokok Beras
(Pemulihan Awal Bencana Gempa Bumi Cianjur)
No |
Komponen |
Keterangan |
1 |
Jumlah
Pengungsi |
114.683 Jiwa
|
2 |
Konsumsi
Rata Rata /jiwa/bln |
9,23 kg* |
3 |
Kebutuhan
Pangan Pokok Beras / 1 bulan |
1.058,52 ton |
4 |
Kebutuhan
Pangan Pokok Beras / 2 bulan |
2.117,04 ton |
5 |
Kebutuhan
Pangan Pokok Beras / 3 bulan |
3.175,56 ton |
6 |
Kebutuhan
Pangan Pokok Beras / 4 bulan |
4.234,08 ton |
7 |
Kebutuhan
Pangan Pokok Beras / 5 bulan |
5.292,60 ton |
8 |
Kebutuhan
Pangan Pokok Beras / 6 bulan |
6.351,12 ton |
Keterangan * ; Hasil Susenas BPS Tahun 2021 Konsumsi beras 110,8 kg per kapita per tahun Kabupaten Cianjur
Dengan demikian pemenuhan kebutuhan pangan pokok (beras) bagi korban pengungsi Bencana Gempa Bumi Cianjur diperlukan antara 1.058,52 ton sampai dengan 6.351,12 ton untuk jangka waktu pemulihan awal antara 1 bulan sampai dengan 6 bulan.
By.Admin
Sumber referensi
1) Gempabumi Cianjur 2022 (bnpb.go.id) https://gis.bnpb.go.id/2) Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB) No.15 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengkajian Kebutuhan Pascabencana/Post Disaster Need Asessment (PDNA)
3) Sumardani Kusmajaya, dan Riskyana Wulandari, KAJIAN RISIKO BENCANA GEMPABUMI DI KABUPATEN CIANJUR, Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Institut Pertanian Bogor, 2 Lembaga Sertifikasi Profesi Penanggulangan Bencana. Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 10, No. 1 Tahun 2019 Hal. 39-51.
4) Pepen Supendi* , Priyobudi, Jajat Jatnika, Dimas Sianipar, Yusuf Haidar Ali, Nova Heryandoko, Daryono, Suko Prayitno Adi, Dwikorita Karnawati, Suci Dwi Anugerah, Iman Fatchurochman, Ajat Sudrajat. Analisis Gempabumi Cianjur (Jawa Barat) Mw 5.6 Tanggal 21 November 2022. Kelompok Kerja Sesar Aktif dan Katalog Gempabumi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Jakarta 10720, Indonesia.
0 Response to "Analisis Sebab dan Dampak Gempa Bumi Cianjur 5.6 Mangnitudo (21 Nopember 2022)"
Post a Comment