Tanah Airku

Strategi Penggunaan Benih Unggul dan Bersertifikat melalui Sertifikasi Benih Padi Lokal di Kabupaten Cianjur

 

Sistem perbenihan merupakan subsistem fundamental dalam pembangunan pertanian nasional. Benih
bukan hanya menjadi sarana produksi dasar, tetapi juga menentukan tingkat produktivitas, efisiensi biaya, dan keberlanjutan produksi pangan dalam jangka panjang. Dalam konteks pembangunan pertanian modern, penyediaan benih unggul dan bersertifikat telah menjadi instrumen strategis yang diatur dalam berbagai regulasi untuk menjamin kesinambungan produksi dan peningkatan kesejahteraan petani.

Secara normatif, kerangka hukum perbenihan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, serta diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman. Lebih rinci, aspek varietas dan pelepasan kultivar diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 01/OT.140/1/2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Varietas Tanaman, sedangkan standar mutu benih serta mekanisme sertifikasi dilakukan berdasarkan Permentan Nomor 39/Permentan/OT.140/7/2006 tentang Produksi, Sertifikasi, dan Peredaran Benih Tanaman.

Melalui regulasi tersebut, pemerintah menegaskan bahwa benih yang beredar wajib memenuhi persyaratan mutu genetis, fisiologis, dan fisik. Persyaratan ini menjadi dasar pelaksanaan sertifikasi benih yang dilakukan oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) di tingkat provinsi. Sertifikasi menjadi jaminan bahwa benih memiliki mutu seragam, adaptif, dan bebas dari kontaminasi atau pencampuran varietas lain.

Namun, meskipun kerangka regulasi sudah lengkap, implementasi di lapangan masih menghadapi banyak tantangan. Hingga Juli 2025, Kementerian Pertanian telah melepas 468 varietas padi, terdiri atas 102 varietas hibrida dan 366 varietas inbrida. Banyaknya varietas unggul yang dilepas menunjukkan dinamika inovasi pemuliaan tanaman yang semakin maju. Tetapi di sisi lain, adopsi petani terhadap benih bersertifikat secara nasional masih berada pada angka sekitar 56 persen. Dengan luas tanam padi nasional mencapai 11 juta hektare, masih terdapat sekitar 5 juta hektare lahan padi yang menggunakan benih tidak bersertifikat atau benih hasil simpanan sendiri. Kondisi ini bukan hanya berimplikasi pada rendahnya produktivitas, tetapi juga menyebabkan ketidakkonsistenan hasil panen, meningkatnya kerentanan terhadap hama penyakit, dan menurunnya stabilitas produksi nasional.

Di Kabupaten Cianjur, situasinya tidak jauh berbeda. Kabupaten ini merupakan salah satu sentra produksi padi di wilayah Jawa Barat, dengan kontribusi signifikan terhadap pasokan pangan provinsi. Namun penggunaan benih bersertifikat masih tergolong rendah. Data SP Benih Dinas TPHPKP tahun 2024 menunjukkan bahwa total kebutuhan benih padi mencapai 4.208 ton, dengan komposisi:

  • 856 ton (20,33%) benih bersertifikat
  • 3.353 ton (79,67%) benih tidak bersertifikat

Artinya, hanya satu dari lima petani padi di Cianjur yang menggunakan benih bersertifikat. Padahal secara aturan, penggunaan benih tidak bersertifikat diperbolehkan hanya apabila benih tersebut telah melalui proses pendaftaran varietas, uji adaptasi, dan penangkaran resmi di bawah pengawasan BPSB sebagaimana diamanatkan oleh Permentan No. 38/Permentan/TP.010/2017 tentang Rekomendasi Teknis Pertanaman Benih.

Rendahnya penggunaan benih bersertifikat di Cianjur disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

  1. Preferensi petani terhadap varietas lokal yang belum tersertifikasi.
  2. Keterbatasan pasokan benih bersertifikat varietas yang mereka sukai.
  3. Kurangnya pelatihan dan pendampingan terkait produksi benih yang sesuai standar.
  4. Proses sertifikasi yang dianggap rumit dan memerlukan biaya tambahan.
  5. Keterbatasan jumlah petani penangkar yang aktif memproduksi benih bermutu.

Dalam konteks sosiologis, varietas lokal memiliki nilai penting bagi masyarakat Cianjur. Selain dianggap lebih adaptif terhadap lingkungan setempat, varietas lokal juga memiliki keunggulan organoleptik, seperti cita rasa nasi, tekstur, dan aroma yang sesuai dengan preferensi konsumen lokal. Secara ekonomi, beberapa varietas lokal bahkan memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan varietas modern.

Diluar Varietas Padi Lokal Pandanwangi, tercatat terdapat sekitar 25 varietas padi lokal Cianjur yang masih dibudidayakan oleh petani. Namun untuk efektivitas implementasi program sertifikasi, pemerintah daerah menyeleksi 13 varietas unggul lokal yang akan diprioritaskan untuk sertifikasi dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Varietas tersebut meliputi: Sariwangi, Kamerun, Gebray, Cupat Manggu, Bandawati, Hawara Garut, Sigemoy, Masreum, Hawara Aceh, Pamijahan, Sri Wulung, Morneng, dan Onlen.

Proses sertifikasi varietas lokal bukan hanya berfungsi meningkatkan mutu benih, tetapi juga merupakan upaya pelestarian sumber daya genetik sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura dan UU Nomor 21 Tahun 2004 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Varietas lokal merupakan bagian dari kekayaan genetik daerah yang perlu dijaga keberlanjutannya.

Sebagai langkah awal, tahun 2025 pemerintah Kabupaten Cianjur melalui Dinas Pertanian, memutuskan untuk memulai proses sertifikasi pada satu varietas unggulan, yakni varietas Gebray. Varietas ini memiliki tingkat adaptasi yang tinggi, potensi hasil yang stabil, dan telah terbukti diterima luas oleh petani. Dengan masuknya Gebray ke dalam sistem perbenihan resmi, varietas ini dapat dikembangkan lebih masif melalui kegiatan penangkaran, sehingga dapat tersedia dalam jumlah memadai menjelang musim tanam.

Untuk memastikan keberhasilan program sertifikasi varietas lokal ini, diperlukan strategi komprehensif yang mencakup aspek kelembagaan, teknis, maupun regulatif. Strategi tersebut antara lain:

  • Peningkatan kapasitas petani penangkar melalui pelatihan teknik produksi benih sumber, pemurnian varietas, dan pengelolaan lahan penangkaran.
  • Penguatan koordinasi dengan BPSB untuk mempercepat pemeriksaan lapang dan analisis laboratorium.
  • Penyediaan benih sumber (BS dan FS) melalui kerja sama dengan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi).
  • Penataan kelembagaan kelompok penangkar benih agar proses administrasi sertifikasi dapat terpenuhi.
  • Demplot varietas lokal bersertifikat sebagai sarana pembelajaran bagi petani.
  • Integrasi program sertifikasi dengan kebijakan daerah, seperti peraturan bupati tentang pengembangan varietas lokal.
  • Penganggaran khusus untuk mendukung biaya sertifikasi, pembinaan teknis, dan pengadaan benih sumber.

Melalui strategi ini, diharapkan penggunaan benih unggul bersertifikat di Kabupaten Cianjur dapat meningkat secara signifikan. Selain meningkatkan produktivitas padi, upaya ini juga berpotensi memperkuat ketahanan pangan daerah, meningkatkan pendapatan petani, serta menjaga keberlanjutan plasma nutfah lokal sebagai aset genetik berharga. Pada akhirnya, keberhasilan program sertifikasi benih padi lokal akan memberikan kontribusi terhadap stabilitas produksi pangan nasional dan penguatan sistem perbenihan di Indonesia.


Penulis : Dandan Hendayana,SP.MP ( Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Cianjur)

Daftar Pustaka

1)     Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. (2023). Deskripsi Varietas Unggul Baru Padi. Kementerian Pertanian RI.

2)     Dinas TPHPKP Kabupaten Cianjur. (2024). Statistik Perbenihan Kabupaten Cianjur Tahun 2024.

3)     Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. (2025). Laporan Perbenihan Nasional. Kementerian Pertanian RI.

4)     Kementerian Pertanian. (2006). Peraturan Menteri Pertanian No. 39/Permentan/OT.140/7/2006 tentang Produksi, Sertifikasi, dan Peredaran Benih Tanaman.

5)     Kementerian Pertanian. (2006). Peraturan Menteri Pertanian No. 01/OT.140/1/2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Varietas Tanaman.

6)     Republik Indonesia. (1992). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.

7)     Republik Indonesia. (1995). Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman.

8)     Republik Indonesia. (2019). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Strategi Penggunaan Benih Unggul dan Bersertifikat melalui Sertifikasi Benih Padi Lokal di Kabupaten Cianjur"

Post a Comment