STANDAR OPERASIONAL PROSEDURAL (SOP) PENANGKARAN BENIH PADI
Standar Operasional Prosedur (SOP) ini dijadikan acuan budidaya penangkaran benih padi di lahan sawah. Tujuannya agar dihasilkan benih bermutu bagi para petani.
Benih bermutu adalah benih yang baik dan bermutu tinggi yang menjamin pertanaman bagus dan hasil panen tinggi. Saat ini, benih bermutu dicerminkan oleh keseragaman biji, daya tumbuh, dan tingkat kemurnian yang tinggi.
Untuk menghasilakan benih padi bermutu (bersertifikat) harus memperhatikan dua prinsip penting, yaitu prinsip genetis dan agronomis.
Prinsip genetis adalah pengendalian mutu benih internal yang dilaksanakan produsen benih agar tidak terjadi kemunduran genetiknya. Sedangkan prinsip agronomis adalah tindakan budidaya secara benar agar dapat menghasilkan benih bermutu tinggi, baik kualitas maupun kuantitas (mutu fisik dan mutu fisiologis benih).
SOP ini terdiri dari komponen inti: benih, cara tanam, pemupukan, pengendalian Organisme Penggangu Tanaman (OPT), serta tata kelola air. SOP ini menjadi pegangan bagi petani dan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) sebagai instrumen untuk pemantauan dan evaluasi.
1. PENENTUAN LOKASI
Padi merupakan tanaman yang melakukan penyerbukan sendiri dan peluang terjadinya penyerbukan silang sangat kecil (< 0,4 %). Meskipun begitu, isolasi benih perlu dilakukan dari pertanaman padi lain yaitu minimal 3 meter, atau berbunga tidak bersamaan dengan selisih waktu sekitar 30 hari dari padi konsumsi.
Kriteria lokasi perbenihan sebagai berikut :
a. Lahan hendaknya bekas jenis tanaman lain.
b. Pada lahan bekas tanaman padi, varietas yang ditanam adalah sama dengan varietas yang ditanam sebelumnya.
c. Ketinggian lahan disesuaikan dengan daya adaptasi varietas tanaman.
d. Lahan relatif subur dengan PH 5,4-6, dan memiliki lapisan olah sedalam 30 cm untuk menjaga sawah tetap basah.
e. Ketersediaan air di lahan selama penanaman.
2. PERSIAPAN PENDAHULUAN
a. Lakukan pemberantasan tikus secara masal apabila diperlukan
b. Perbaiki dan bersihkan saluran air/ pematang sawah
c. Laksanakan kegiatan lain yang dianjurkan oleh PPL, Ketua Kelompok Tani, atau petani penggarap/pemilik
3. PERSIAPAN LAHAN
a. Lama pengolahan lahan hingga siap tanam selama 14 hari.
b. Penebaran dekomposer (pengurai) sebelum tanah diolah.
c. Pengolahan tanah pertama dilakukan dengan pembajakan dan pembalikan (singkal), selanjutnya tanah direndam selama 12 hari.
d. Setelah itu tanah digaru dan diratakan dengan kedalaman lumpur 15-30 cm.
e. Pengolahan tanah dilakukan secara mekanis menggunakan traktor roda 4 oleh pihak ketiga.
4. PERSEMAIAN
Pembibitan dilakukan 10 hari sebelum olah tanah lahan.
a. Pemilihan varietas dan asal benih
Varietas yang diperbanyak disesuaikan dengan kebutuhan konsumen, kesesuaian lahan, umur tanaman, dan ketahanan terhadap hama penyakit.
1. Benih Penjenis/Breeder Seed (BS) yang digunakan berasal dari kelas yang lebih tinggi.
2. Benih Dasar/Foundation Seed (FS) atau label putih diperoleh dari Benih Penjenis (BS).
3. Benih Pokok/Stock Seed (SS) atau label ungu diperoleh dari Benih Dasar (FS).
4. Benih Sebar/Extension Seed(ES) atau label biru diperoleh dari Benih Pokok (SS).
b. Penyiapan benih:
1. Penyiapan benih dilakukan 2 hari sebelum ditebar di lahan persemaian.
2. Benih menggunakan Benih Dasar (FS) atau label putih.
3. Varietas benih yang digunakan sesuai dengan keadaan dan potensi lahan di daerah tersebut sebanyak 50kg/ha.
4. Benih yang akan disemaikan perlu disortir dengan cara dimasukkan ke dalam air garam dapur 3% (1 ons dalam 3,5 liter air), benih yang mengapung dibuang.
5. Benih yang mengendap dimasukkan ke dalam karung untuk direndam dalam air biasa selama 24 jam untuk mematahkan dormansi.
6. Selanjutnya dilakukan pemeraman selama 48 jam supaya perkecambahan merata.
c. Penyiapan lahan persemaian:
1. Lahan persemaian dibuat diluar area sawah seluas 5% dari luas area yang akan ditanami atau setara dengan 500m2¬¬/ha.
2. Lahan persemaian bisa dibuat menggunakan plastik mulsa dan dibentuk seperti bak penampungan dengan tinggi minimal 4cm.
3. Lahan persemaian diisi dengan media tanam berasal dari kotoran hewan yang sudah matang setebal 3cm.
4. Lahan diusahakan selalu dalam kondisi macak-macak.
5. Lahan persemaian terhindar dari cahaya lampu pada saat malam hari.
d. Sebar benih
1) Benih yang telah berkecambah, kira-kira 1mm, disebar secara merata di persemaian.
2) Tutup lahan dengan dengan penutup seperti jerami, daun pisang atau terpal selama 3-4 hari untuk menghindari serangan burung.
3) Persemaian diairi secara berangsur dan tidak berlebihan sampai cukup basah/macak-macak. Semprot pestisida pada hari ke 7.
4) Untuk melindungi tanaman dari OPT, persemaian disemprot dengan insektisida atau fungisida sesuai anjuran.
5) Untuk nutrisi tambahan bisa ditambahkan pupuk Urea 10kg dan 5kg SP36 di lahan persemaian.
6) Bibit siap dipindahkan ke sawah setelah berumur 20-25 hari dengan ciri batang bawah besar dan kuat, pertumbuhan seragam, tidak terserang hama dan penyakit.
5. PENANAMAN
a. Pada saat tanam lahan sawah tidak digenangi dan bersih dari gulma.
b. Penanaman dilakukan secara mekanis oleh pihak ketiga menghadap ke arah siklus matahari (timur-barat).
c. Pola tanam jajar legowo 2:1 berukuran 40cm x 20cm x 10cm (jarak baris legowo 40cm, jarak baris rumpun 20cm, dan jarak kolom rumpun 10cm)
d. Ditanam 5 batang bibit tegak pada kedalaman 3-4cm.
6. PEMUPUKAN
a. Pemupukan I dilakukan pada hari ke 7-10 hari setelah tanam (HST) menggunakan Urea 100-150 kg/ha (kemarau) atau 50kg/ha (hujan), SP36 50-100 kg/ha serta NPK gold 16-10-18 50kg/Ha.
b. Pemupukan II diberikan saat tanaman berumur 25-35 HST menggunakan pupuk NPK Compaction 15-15-15-TE dengan dosis 70-100kg/Ha. Untuk mempermudah aplikasi, pupuk bisa dicampurkan dengan pupuk organik sebanyak 200kg.
c. Pemupukan III diberikan saat tanaman berumur 55-60 HST menggunakan pupuk NPK Booster 12-6-22-3+TE dengan dosis 35kg/Ha. Untuk mempermudah aplikasi, pupuk bisa dicampurkan dengan pupuk organik sebanyak 200kg.
d. Pemupukan tambahan diberikan melalui daun menggunakan pupuk KNO3 sebanyak 2,4kg/Ha. Dosis pemberian 340 liter/Ha/aplikasi dengan takaran 60 gram/17 liter air saat umur 40 HST. Selanjutnya 7 hari setelah pemberian pupuk III.
d. Pemupukan tambahan diberikan melalui daun menggunakan pupuk KNO3 sebanyak 2,4kg/Ha. Dosis pemberian 340 liter/Ha/aplikasi dengan takaran 60 gram/17 liter air saat umur 40 HST. Selanjutnya 7 hari setelah pemberian pupuk III.
7. PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT)
a. Pengendalian Gulma, pengendalian gulma diperlukan untuk :
1) Mengurangi persaingan antara tanaman padi dan gulma untuk mendapatkan hara, air, sinar matahari, dan tempat untuk tumbuh dan berkembang;
2) Memutus siklus pertumbuhan gulma;
3) Mencegah perkembangan tanaman inang bagi organisme penggaggu tanman padi; mencegah penyumbatan saluran air dan gangguan terhadap aliran air irigasi.
b. Pengendalian gulma harus dilakukan secara manual dan dilukukan paling sedikit 3 (tiga) kali yaitu pada 10, 25, dan 40 HST tergantung pada perkembangan dan pertumbuhan gulma (1 hari sebelum pemupukan).
c. Karena kondisi macak-macak, pertumbuhan gulma harus diantisipasi dengan cara :
1) Keringkan air sebelum dilakukan pengendalian gulma
2) Dilkukan dengan tangan atau gasrok. Penggunaan gasrok juga untuk memotong akar dan merangsang pertumbuhan akar padi. Penyiangan secara manual (dengan tangan) paling baik dimulai pada saat gulma belum berkembang biak sehingga mudah dicabut.
d. Pengendalian hama dan penyakit:
Cara pengandalian mengacu pada Pengendalian Hama Terpadu (PHT) meliputi pengelolaan varietas, budidaya dan biologis. Penggunaan bahan kimia hanya diberikan pada kondisi tepat, yaitu saat sudah melampaui batas ambang kendali.
1) PHT untuk Tikus dilaksanakan dengan cara :
a) Laksanakan tanam serempak dalam satu hamparan sekitar 50 hektar.
b) Libatkan dan berdayakan kelompok tani yang berada dalam hamparan tersebut.
c) Persiapkan lahan sawah, bahan, dan peralatan untuk pengendalian tikus yang secara tradisional lazim digunakan oleh petani setempat
d) Laksanakan PHT tikus di bawah koordinasi ketua kelompok tani dan petunjuk dari PPL.
e) PHT tikus mulai dilaksanakan sejak pratanam sampai fase primodia(fase pertumbuhan vegetatif), atau sesuai dengan petunjuk PPL.
f) Tingkatkan koordinasi antar-petani dengan aparat setempat seperti PPL, Kepala Adat/Mukim dan Kepala Desa.
2) Aspek lain yang perlu diperhatikan dalam Pengendalian Hama Terpadu :
a) Jangan lakukan penanaman di luar jadwal yang ditetapkan.
b) Lakukan pemantauan secara terjadwal, terhadap perkembangan hama wereng coklat, penggereng batang, dan tungro
c) Pengawasan dilakukan minimal 7 hari sekali dan dimasukan kedalam laporan
d) Hasil pemantauan oleh petani atau ketua kelompok tani, laporkan segera kepada Petugas Penyuluh Lapangan untuk ditindak lanjuti.
e) Lakukan pngendalian hama dengan pestisida yang sesuai, dengan cara dan waktu yang tepat.
3) Jenis Hama dan Cara Pengendaliannya
Hama yang sering meinimbulkan kerusakan berat adalah (i) tikus, (ii) wereng coklat, (iii) penggerek batang dan (iv) ganjur. Sedangkan tungro, hawar daun jingga, dan blast merupakan penyakit utama.
a) Hama Tikus dapat menimbulkan kerusakan dan kerugian yang sangat besar bagi petani Pada saat awal, tikus menyerang benih yang baru di sebar pada fase pertumbuhan vegetatif dan generatif mengerat batang dan bulir padi.
Cara pengendalian :
l Lakukan tanam padi secara serempak dalam hamparan yang luas tanpa batas administratif
l Lakukan pengemposan dengan asap belerang secara intensif terutama menjelang dan sesudah panen
l Pengumpanan dengan racun tikus dan penggropyokan secara rutin
l Tikus harus dikendalikan secara serempak, massal, dan terus menerus dalam hamparan yang luas.
b) Penggerek Batang Padi merupakan hama utama tanaman padi. Dari enam jenis penggerek padi dua jenis di antaranya yang paling dominan adalah penggerek batang padi putih (Triporyza inotata) dan penggerek batang padi kuning (Triporyza incetulata). Hama ini menyerang padi sejak penanaman sampai stadium generatif.
Cara pengendalian :
l Pergiliran tanaman
l Penangkapan ngengat dengan lampu perangkap
l Penangkapan ngengat jantan dengan “sex pheromon”
l Penglepasan musuh alami dan penyemprotan insektisida setelah ditemukan dua telor/m2
l Pemupukan berimbang,
l Pengeringan petak sawah setelah panen
c) Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens). WBC berukuran 3-4 mm,senang hidup pada bagian yang lembab dan menyerang bagian batang. Telur diletakan pada pada pelepah dan tulang daun padi dalam kelompok.
Gejala serangan: Tanaman menguning; menyerang pada stadia generatif (malai muda) menyebabkan bulir padi menjadi hampa; malai yang terserang semua bulirnya hampa; serangan dalam populasi kecil tanaman menguning dan kerdil.
Cara pengendalian :
l Pergiliran tanaman varietas unggul tahan wereng (VUTW).
l Pola tanam (padi-padi-palawija).
l Pemupukan berimbang.
l Penyemprotan pestisida Applaud WP dengan dosis 2 liter per hektar.
l Pemberian carbofuran 3 MG Mipcin dan Hopcin pada fase persemaian dan vegetatif.
d) Hama Ganjur, hama ganjur menyerang tunas anakan pada bagian ujungnya sehingga menyebabkan pucuk daun muda menggulung rapat seperti daun bawang.
Cara pengendalian :
Cara pengendalian :
l Menggunakan Karbofuran jika intensitas serangan mencapai 5-10 %.
l Menanam padi pada awal musim hujan
l Menghindarkan pertanaman pada fase vegetatif dari kelembaban dan curah hujan tinggi
l Pengendalian hama ganjur perlu memperhatikan ekologi lingkungan
e) Siput Murbai, menyerang tanaman padi terutama pada saat mulai berkecambah sampai umur 30 – 35 hari. Siput Murbai dapat menyerang padi muda sampai menimbulkan kerusakan 100%. Pengendalian dilakukan secara manual atau menggunakan kapur tohor.
Pengendalian manual :
Pengendalian manual :
l Kumpulkan telur siput dan rendam ke dalam air atau dihancurkan. Cara mudah pengambilan telur dengan membuat patok (ajir) baik di sawah, rawa, ataupun di perairan umum, jangan biarkan koloni telur siput menetas
l Pengambilan siput dapat pula dilakukan dengan menebarkan daun pepaya, ketela pohon, atau lainnya.
l Pengendalian kapur tohor :
l Alirkan air dalam saluran air caren/ kamalir sehingga siput terkumpul pada saluran air.
• Taburkan kapur tohor sebanyak 10 – 20 kg/ha pada saluran air atau caren tempat siput berkumpul. Dalam 2 – 3 hari siput murbai akan mati.
• Taburkan kapur tohor sebanyak 10 – 20 kg/ha pada saluran air atau caren tempat siput berkumpul. Dalam 2 – 3 hari siput murbai akan mati.
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan Pestisidanya
Lalat Bibit : Reagen cair BPMC Baycarb Imidakloprid Topdor
Sundep/beluk : Furadan
Ulat tentara : Decin, decisSuper metrin
Ganjur : Furadan
Wereng coklat : AplaudTrebon
Walang Sangit : Decis
Penyakit hawar daun Fungisida : SorentoScore Scorpio
Sundep/beluk : Furadan
Ulat tentara : Decin, decisSuper metrin
Ganjur : Furadan
Wereng coklat : AplaudTrebon
Walang Sangit : Decis
Penyakit hawar daun Fungisida : SorentoScore Scorpio
*Cara penggunaan dan dosis sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kemasan
8. TATA KELOLA AIR (SISTEM PENGAIRAN)
a. Tata kelola air sebaiknya dilakukan dengan menerapkan irigasi berselang,
b. Irigasi berselang dilaksanakan dengan 1 – 2 digenangi dan 5 hari dikeringkan (tidak diairi), sampai tanah retak-retak.
c. Irigasi berselang tidak diterapkan pada saat pembungaan dan pemasakan bulir padi
d. Manfaat irigasi berselang:
1) Penggenangan lahan sawah pada hakekatnya diperlukan untuk menekan pertumbuhan gulma agar tidak menjadi pesaing tanaman padi.
2) Irigasi berselang diutamakan pada musim kemarau, sedangkan pada musim penghujan dapat dilakukan pada kawasan sawah yang tata kelola irigasinya baik, dengan tujuan :
a. Agar akar mendapatkan aerasi yang cukup dan akar bisa bekembang dengan sempurna (ekstensif dan dalam)
b. Mengurangi terjadinya keracunan besi, mencegah tertimbunnya asam organik, dan pembentukan gas rawa (H2S).
c. Tanaman tidak mudah rebah karena perpanjangan ruas batang dihambat
d. Mengurangi pembentukan anakan yang tidak produktif (tidak bermalai).
e. Pemasakan gabah seragam dan mempercepat panen.
3) Irigasi berselang menghemat konsumsi air antara 25 – 30 %, sehingga luas area pesawahan yang diairi bisa bertambah luas
e. Pelaksanaan irigasi berselang:
1) Pada saat tanam kondisi sawah macak-macak; kondisi ini dipertahankan kira-kira 7 hari. Setelah itu secara berangsur-angsur lahan sawah digenangi air hingga mencapai 2-5 cm. Penggenangan dilakukan sampai tanaman berumur 10 HST.
2) Selanjutnya sawah dikeringkan dengan membiarkan air di petakan sawah kering dengan sendirinya (tidak ada air masuk), biasanya 5 – 6 hari tergantung cuaca dan tekstur tanah.
3) Setelah petakan sawah terlihat mulai retak-retak selama dua hari, petakan sawah mulai digenangi kembali sampai tinggi air mencapai 5- 10 cm.
4) Proses pengeringan dan penggenangan seperti pada butir 3) dan 4) dilakukan hingga tanaman mencapai stadium pembungaan.
5) Sejak saat keluar bunga hingga 10 hari sebelum panen, petakan sawah dalam keadaan digenangi dengan tinggi air 5 cm.
6) Setelah itu sejak 10 hari sebelum panen sampai panen, sawah dikeringkan dengan tujuan mempercepat dan meratakan pemasakan gabah dan memudahkan panen.
9. SELEKSI (ROUGING)
Seleksi (Rouging) adalah membuang tipe simpang, campuran varietas lain, dan membuang tanaman lain. Selain itu tanaman yang terinfeksi oleh penyakit juga harus dibuang.
Selama penanaman tanaman diseleksi minimal tiga kali, yaitu :
Selama penanaman tanaman diseleksi minimal tiga kali, yaitu :
a. Pada fase vegetatif (umur 30 hari) seleksi didasarkan pada warna, bentuk dan tinggi tanaman. Tanaman yang menyimpang dari tanaman asli dibuang.
b. Pada fase genertaif (50-60 HST) seleksi didasarkan pada tinggi tanaman, bentuk dan warna bunga, serta keseragaman waktu berbunga. Bila ada penyimpangan dari tanaman asli, rumpun tanaman harus dibuang.
c. Menjelang panen atau 80% malai sudah menguning (+ 100HST) berdasarkan pada umur dan tinggi tanaman, bentuk dan letak daun bendera, serta bentuk dan warna gabah. Tanaman yang tidak sesuai harus dibuang.
10. PANEN
Usaha penangkaran benih padi mencapai hasil yang optimal jika dipanen pada umur yang tepat dan dengan cara yang benar. Panen dilakukan setelah melalui pemeriksaan dan sudah dinyatakan memenuhi syarat oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB).
a. Padi dipanen berdasarkan ketentuan berikut:
1) Umur tanaman sesuai dengan diskripsi varietas padi yang ditanam atau sekitar 105-110 hari,
2) Kadar air gabah antara 17-23%
3) Keadaan malai yang sudah menguning lebih dari 90%.
b. Pastikan area yang akan dipanen tidak tersisa malai hasil dari seleksi (rouging) terutama saat seleksi terakhir (satu minggu sebelum panen)
c. Panen dilakukan per varietas. Calon benih langsung dimasukan karung dan diberi label (nama varietas, tanggal panen, dan lokasi produksi)
d. Panen dilakukan secara mekanis oleh pihak ketiga menggunakan combine harvester.
0 Response to "STANDAR OPERASIONAL PROSEDURAL (SOP) PENANGKARAN BENIH PADI"
Post a Comment