Ilmu-ilmu Pertanian Sebagai Ilmu Empirik
Dalam usaha bercocoktanam serta pemeliharaan hewan, manusia mengumpulkan berbagai pengalaman.
Salah satu pengalaman pertama manusia mengenai bercocoktanam yang tercatat dalam sejarah ialah mengenai ditemukannya pengetahuan tentang perkembangbiakan pohon kurma yang terjadi secara seksual. Pada zaman peradaban Babilonia telah diketahui bahwa satu pohon kurma tidak dapat berkembangbiak tanpa adanya pohon kurma lain yang berlainan jenis kelaminnya. Bagaimana caranya mereka mengetahui hal itu? Mungkin sekali dari pengalaman para petani menyingkirkan semua pohon kurma yang mandul dan tidak menghasilkan kurma, karena dianggap mubazir untuk dipelihara. Ternyata setelah semua pohon itu di¬singkirkan, pohon lainnya pun tidak mampu berproduksi, karena pohon yang tadinya menghasilkan kurma itu adalah pohon betina dan pohon yang disingkirkan itu adalah pohon jantan. Peristiwa tersebut tercatat dalam sejarah terjadi pada zaman Babilonia (Ronan, 1982).
Tampaklah bahwa pengetahuan
muncul karena penga¬laman. Bahwa dalam pengembangan pengetahuan pengalaman itu
diperlukan untuk mendukung atau menolak kebenaran suatu pendapat tercatat dalam
sejarah dalam bentuk suatu hadis yang sahih (Muslim, Kitab 43 Bab 38, Hadis
140-141):
Melihat orang-orang yang sedang
menyerbuki bunga kurma, Nabi bertanya: “Apa yang sedang kamu perbuat?” Setelah
diberi¬tahu apa yang mereka kerjakan, Nabi berkata lagi: “Barangkali lebih baik
jika tidak kamu lakukan itu.” Setelah ternyata kemu¬dian buah kurma itu
berguguran dan Nabi diberitahu, Nabi berkata: “Aku hanya seorang manusia. Jika
perintahku mengenai agama, ikutilah. Kalau yang kuperintahkan mengenai sesuatu
itu dari pendapatku sendiri, aku hanya seorang manusia juga.”
Dalam peristiwa yang sama tetapi
sedikit berbeda redaksi-nya, Nabi berkata (Ibn Majah IV:1259, Hadis 5830-5832):
“Kamu lebih mengetahui soal duniamu.”
Hikmah yang dapat diperoleh dari
kedua hadis ini ialah bahwa pendapat seseorang itu gugur kalau kenyataan yang
diamati tidak sesuai dengan pendapat tersebut. Dari pola berpikir ini muncullah
ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengalaman atau empirisme (Yunani: empeira –
pengalaman). Ilmu pengetahuan empirik ini pada mulanya adalah buah pikiran Ibnu
Khaldun dan kemudian diserap menjadi milik orang Eropa dalam Zaman Kebangkitan
Eropa serta dikembangkan menjadi tulang punggung sains modern oleh Francis
Bacon.
Dalam bidang kegiatan pertanian
juga banyak sekali pengetahuan yang telah dikumpulkan berdasarkan pengalaman
dalam perjalanan sejarah. Pengalaman-pengalaman itu kemudian dihimpun menjadi
sekumpulan ilmu terapan yang dinamakan ilmu-ilmu pertanian. Salah suatu ciri ilmu
terapan ialah bahwa semua yang terdapat dalam ilmu itu akhirnya dapat
diterangkan dengan menggunakan ilmu dasar. Dalam hal ilmu-ilmu pertanian, semua
peristiwa yang menyangkut pengetahuan tentang alam dapat diterangkan oleh
biologi, dan semua peristiwa biologi dapat diterangkan oleh ilmu kimia yang
akhirnya dapat pula diterangkan dengan menggunakan ilmu fisika. Dalam hal ilmu
pertanian yang berkaitan dengan perilaku manusia, semuanya dapat diterangkan
oleh ilmu ekonomi dan ilmu sosial.
Apa yang dimaksudkan dengan
ilmu-ilmu pertanian itu. Agar barangsiapa yang ingin mempelajarinya dapat
memperoleh suatu gambaran menyeluruh mengenai ilmu-ilmu tersebut. Karena
ilmu-ilmu tersebut menyangkut permasalahan yang luas dan saling berhubungan,
tidak mungkin bagi orang yang ingin mempelajarinya untuk memahami semua
aspek-aspeknya. Pada akhirnya ia harus mengambil keputusan bagian ilmu-ilmu
pertanian yang mana yang akan dijadikannya menjadi keahliannya. Selain itu pula
mungkin sekali yang menjadi minatnya akhirnya bukanlah ilmu-ilmu pertaniannya
sendiri melainkan ilmu-ilmu dasar yang mendukung pengembangan ilmu-ilmu
pertanian itu sebagai ilmu terapan.
Usaha pertanian pada dasarnya
bersandar pada kegiatan menyadap energi surya agar menjadi energi kimia melalui
peristiwa fotosintesis. Hasil fotosintesis ini kemudian menjadi bagian tumbuhan
dan hewan yang dapat dijadikan manusia sebagai bahan makanan, bahan sandang dan
papan, sumber energi, dan bahan baku industri. Untuk dapat menghasilkan
bahan-bahan organik itu tumbuhan dan hewan harus dapat hidup di dalam suatu
lingkungan yang terdiri atas tanah, air, dan udara pada suatu iklim yang
sesuai. Karena itu ilmu-ilmu pertanian mencakup ilmu tanah, ilmu tataair, dan
ilmu cuaca dan iklim yang tergolong ke dalam kelompok ilmu-ilmu lingkungan
kehidupan dan budidaya.
Tumbuhan yang dipelihara manusia
dengan sengaja agar dapat memberikan manfaat kita namakan tanaman, sedangkan
hewan yang dipelihara untuk hal yang sama kita sebut ternak. Setelah lingkungan
kehidupan dan budidaya yang sesuai untuk tanaman dan ternak tersedia, segala
usaha pertanian belum dapat berjalan dengan baik tanpa adanya ilmu-ilmu yang
memecahkan persoalan pembudi-dayaannya. Ilmu-ilmu yang termasuk dalam kelompok
budi-daya ini ialah ilmu budidaya tanaman atau agronomi, hortikultura yang menyangkut
budi-daya sayuran, buah-buahan, dan tanaman-hias, budidaya hutan, ilmu
budi-daya ternak, ilmu budidaya perairan, proteksi tanaman, kedokteran hewan,
keteknikan kelautan dan keteknikan pertanian.
Sebagian hasil usaha pertanian
digunakan langsung sebagai makanan manusia atau pangan dan makanan ternak atau
pakan. Penggunaannya sudah tentu haruslah dengan menganut azas manfaat. Karena
itu dipandang dari segi kepentingan manusia harus diketahui cara menyajikan
makanan yang baik dari segi kebersihan, kesehatan, dan dayabeli masyarakat.
Itulah sebabnya ilmu-ilmu pertanian juga mencakup ilmu gizi masyarakat dan
sumberdaya keluarga, sedangkan untuk permasalahan pakan diperlukan juga suatu
ilmu yang berkenaan dengan hal itu dan disebut ilmu makanan ternak atau ilmu
pakan. Hasil usaha pertanian itu sebagian juga tidak digunakan secara langsung
tetapi diubah bentuknya sehingga lebih tahan lama atau lebih mudah dicerna.
Untuk hal itu ilmu-ilmu pertanian juga mencakup teknologi pangan dan gizi,
serta bioteknologi. Bioteknologi ini dapat dipelajari sebagai bagian teknologi
pangan dan gizi atau juga sebagai bagian dari biologi, yaitu di dalam
mikrobiologi.
Penggerak usaha pertanian adalah manusia. Karena itu kelancaran usaha pertanian sangat bergantung pada sikap dan perilaku manusia penggeraknya. Perilaku dan sikap manusia ini ditentukan oleh sikapnya dalam mencari nafkah bagi kehidupannya yang dibahas dalam ilmu ekonomi pertanian. Selain itu sikap hidup ini juga tergantung sekali pada caranya bermasyarakat. Oleh karena itu ilmu-ilmu pertanian juga mencakup sosiologi pedesaan. Permasalahan penting yang mencakup sikap hidup manusia penggerak usaha pertanian ini adalah juga bagaimana caranya mereka itu dapat dengan segera memahami perkembangan baru dalam berbagai teknik budi-daya dan pemasaran. Untuk itu ilmu komunikasi pertanian adalah faktor kunci yang penting yang menjembatani hasil penelitian pertanian dengan pengusaha pertanian sebagai manusia penggerak usaha pertanian.
Sumber : Pengantar Ke Ilmu-ilmu Pertanian, Andi Hakim Nasution 2009.
0 Response to "Ilmu-ilmu Pertanian Sebagai Ilmu Empirik"
Post a Comment