MISTERI PENURUNAN PRODUKTIVITAS PADI
Data perberasan merupakan data yang paling banyak mendapatkan atensi. Mengingat beras merupakan
komoditas vital bagi Bangsa Indonesia, mengingat beras merupakan bahan pangan utama bagi 270 juta Masyarakat Indonesia. Namun kerap kali persoalan beras terjadi manakala dihadapkan kepada tantangan ketahanan produksi. Yang mana ketahanan produksi beras merupakan factor utama untuk menuju swasembada pangan yang diharapkan.
Salah satu problem dalam kalkulasi produksi beras adalah persoalan peningkatan
produktivitas padi. Seringkali aspek produktivitas menjadi bahan perdebatan
antara BPS selaku otoritas yang menerbitkan data resmi produksi beras dan
Kementerian Pertanian RI yang menggawangi persoalan pertanian khususnya perberasan.
Masalah produktivitas menjadi suatu hal
penting yang sulit untuk ditingkatkan dalam Pembangunan ketahanan pangan
nasional. Produktivitas produktivitas padi nasional sering mengalami fluktuasi
bahkan relative stagnan. Padahal baik teknologi budidaya, maupun pasca panen telah
diupayakan sedemikian rupa dengan gelontoran anggaran yang mencapai triyunan
rupiah.
Lalu apakah yang menjadi sumber persoalan dalam masalah kenaikan
produktivitas beras nasional. Sebagaimana yang dilansir dari Kompas.com ( 3
Juli 2020), Guru Besar Pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin mengatakan
bahwa Luas panen padi th. 2019 = 10,68 juta hektar (turun 6,15 %
dibanding th 2018 = 11,28 juta hektar). Produksi padi th. 2019 = 54,60 juta ton
GKG (turun 7,76 % dibanding th 2018 = 59,18 juta ton GKG). Produksi beras
th. 2019 = 31,31 juta ton (turun 7,75 % dibanding th 2018 = 33,94 juta ton)
Lebih lanjut Bustanul Arifin menearangkan penyebab utama turunnya
produksi padi : Konversi lahan sawah yang signifikan terutama disentra
produksi padi seperti pantai utara jawa (jawa barat,tengah, dan timur).
Disamping itu Penurunan produktivitas padi
dapat terjadi pada 3 dimensi yaitu :
1.Substansi teoritis
Penurunan provitas padi boleh jadi disebabkan
oleh faktor kapasitas produksi pertanian Indonesia yang memang telah
menurun atau mendatar (levelling off). Provitas padi Indonesia 2019 sebesar 5,2
ton/ha sebenarnya lebih tinggi dari Thailand 3,1 ton/ha,Myanmar 3,8 ton/ha,
Filipina 4 ton/ha, dan Malaysia 4,1 ton/ha. Akan tetapi lebih rendah dari
Vietnam 5,8 ton/ha, Jepang 6,6 ton/ha, dan China 7 ton/ha.
Artinya secara teori Indonesia masih
memiliki kesempatan untuk meningkatkan provitas dan kapasitas produksi dengan
perubahan teknologi yang lebih unggul.
2. Analitis
metodologis
Penurunan provitas padi bisa saja terjadi
karena luas baku sawah yang terlalu besar, sehingga luas panen padi juga besar.
Hal ini mengacu kepada data luas baku sawah tahun 2019 sebesar 7,46
juta hektar. Selain itu pelaporan data padi yang menggunakan metode KSA dalam
mencatat data fase pertumbuhan, belum diimbangi dengan akurasi pelaporan dalam
sampel data produksi yang masih bias.
3. Empiris
kebijakan
Pada periode 2018-2019 pemerintah masih gencar dengan UPSUS PAJALE,
hampir semua jajaran birokrasi pertanian seluruh Indonesia ditargetkan untuk
meningkatkan LTT Padi, jagung dan kedelai. Peningkatan LTT tanpa perbaikan
sistem produksi budidaya yang baik (GAP) jelas menurunkan provitas.
Ditengah persoalan peningakatan produktivotas
padi Bustanul Arifin memberikan altenatif solusi pemecahannya diantaranya ; Kombinasi peningkatan kapasitas produksi
dengan, perubahan teknologi, perbaikan akurasi sampel pelaporan data LP dan
produksi padi, dan integrasi manajemen usaha tani serta kebijakan pertanian
yang mendukung. Dengan demikian persoalan peningakatan produktivitas padi dapat
diselesaikan secara bertahap dan jangka panjang.
Dikutip dari
https://kompas.id/baca/opini/2020/07/03/misteri-penurunan-produktivitas-padi/
0 Response to "MISTERI PENURUNAN PRODUKTIVITAS PADI "
Post a Comment