PERUBAHAN PARADIGMA PERTANIAN AGRIBISNIS MENUJU PERTANIAN BERKELANJUTAN (TINJAUAN SECARA FILSAFAT ILMU DI INDONESIA) Bagian I
Seiring perkembangan dan kemajuan ilmu dalam pembangunan pertanian mengalami beberapa
proses kemajuan. Filsafat ilmu dalam pertanian adalah ilmu yang mempelajari bagaimana mengelola tanaman, hewan, dan ikan serta lingkungannya agar memberikan hasil secara maksimal. Berdasarkan spesifikasinya ilmu pertanian dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar yaitu ilmu tanaman yang mempelajari khusus tanaman, ilmu peternakan yang mempelajari khusus ternak, dan ilmu perikanan yang mempelajari khusus ikan dan hewan air. Pertanian dimulai pada saat manusia mulai mengamati perilaku tanaman, hewan, dan ikan serta faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya.
Paradigma pertanian subsisten yang awalnya hanya
merupakan pertanian yang dilaksanakan dengan pendekatan komoditas (Kasrino dan
Suryana, 1992). Pendekatan ini dicirikan oleh pelaksanaan pembangunan
berdasarkan pengembangan komoditas secara sendiri-sendiri (parsial )
dan berorentasi pada peningkatan produksi. Tidak dapat disangkal lagi, bahwa pembangunan
sektor pertanian selama ini memberikan hasil yang sangat menakjubkan,
terutama dalam memacu pertumbuhan produksi yang dibuktikan dengan tercapainya
swasembada beras. Keberhasilan program peningkatan produksi pertanian
terutama beras, kelapa sawit, kakao,udang, ayam buras dan
pedaging serta telur antara lain disebabkan oleh: keadaan pasar berbagai
komoditas tersebut dalam situasi exees
demond, dukungan paket teknologi maju, sumber daya alam yang
tersedia, sumber dana tersedia dengantingkat bunga disubsidi dan dana untuk
investasi prasarana dan sarana ekonomi oleh pemerintah dan komitmen
pemerintah.
Namun pendekatan komoditi untuk
masa yang akan datang kurang memadai lagi, karena adanya indikasi:
kejenuhan atau keterbatasan pengembangan pasar (permintaan), keterbatasan ketersediaan
sumber pertanian, dan investasi dan mulaimelandainya kenaikan produktivitas.
Oleh karena itu diperlukan reorentasi pembangunan pertanian dimasa
mendatang. Hal ini diperkuat lagi dengan pelaksanaan desentralisasi dan
pemerataan pembangunan berkelanjutan yang lebih dimatangkan.
Berdasarkan uraian di atas, komoditas sudah tidak lagi cocok
diterapkan dalam pembangunan pertanian selama ini, hal ini merupakan konsekuensi logis masuknya globalisasi yang dicirikan oleh persaingan perdagangan
international yang sangat ketat dan bebas. Perekonomian nasional akan
semakin diregulasi melalui pengurangan subsidi, dukungan hargadan berbagai
prestasi lainnya. Kemampuan bersaing melalui proses produksi yang
efisienmerupakan pijakan utana bagi kelangsungan hidup usahatani. Sehubungan
dengan itu partisipasi dan kemampuan wirausaha petani merupakan kunci
keberhasilan pembangunanpertanian. Disamping itu usahatani dan petani
semakin tergantung dengan usaha lainnyamaupun dengan berbagai kegiatan ekonomi
lainnya. Dengan kata lain persaingan dengan berbagai komoditas terhadap
penggunaan sumberdaya pertanian akan semakin tinggi.
Pertanian (agriculture) bukan hanya merupakan aktivitas ekonomi
untuk menghasilkan pendapatan bagi petani saja. Lebih dari itu,
pertanian/agrikultur adalah sebuah cara hidup (way of life atau livehood)
bagi sebagian besar petani di Indonesia. Oleh karena itu pembahasan mengenai
sektor dan sistem pertanian harus menempatkan subjek petani, sebagai pelaku
sektor pertanian secara utuh, tidak saja petani sebagai homo economicus,
melainkan juga sebagai homo socius dan homo religius.
Konsekuensi pandangan ini adalah dikaitkannya unsur-unsur nilai sosial-budaya
lokal, yang memuat aturan dan pola hubungan sosial, politik, ekonomi, dan
budaya ke dalam kerangka paradigma pembangunan sistem pertanian.
Paradigma agribisnis yang dikembangkan oleh Davies dan Goldberg, yang berdasar
pada lima premis dasar agribisnis.
Pertama, adalah suatu kebenaran umum bahwa semua usaha pertanian
berorientasi laba (profit oriented), termasuk di Indonesia. Kedua,
pertanian adalah komponen rantai dalam sistem komoditi, sehingga kinerjanya
ditentukan oleh kinerja sistem komoditi secara keseluruhan. Ketiga, pendekatan
sistem agribisnis adalah formulasi kebijakan sektor pertanian yang logis, dan
harus dianggap sebagai alasan ilmiah yang positif, bukan ideologis dan
normatif. Keempat, Sistem agribisnis secara intrinsik netral terhadap semua
skala usaha, dan kelima, pendekatan sistem agribisnis khususnya ditujukan untuk
negara sedang berkembang. Rumusan inilah yang nampaknya digunakan sebagai
konsep pembangunan pertanian dari Departemen Pertanian, yang dituangkan dalam
visi terwujudnya perekonomian nasional yang sehat melalui pembangunan sistem dan
usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan
terdesentralisasi.
Sejarah
Perkembangan Pertanian
Berdasarkan sejarah perkembangannya pertanian dapat
diklasifikasikan menjadi 4 golongan yaitu :
1.
Pemburu dan pengumpul. Manusia pertama hidup di daerah hutan tropik di
sekitar laut Cina Selatan yaitu bangsa Alitik (prapaleolitik) yang merupakan
kelompok manusia pengumpul makanan dan berburu serta menangkap ikan. Sebagai
contohnya adalah suku Semang, suku Kubu dan Sakad di Semenanjung Malaya, Sukum
Andaman dan Aeta di Filiphina, suku Toala di Sulawesi, suku Punan di Kalimantan
dan suku Tasadai di Mindanau Selatan. Manusia pengumpul dan pemburu bersifat
nomadik (berpindah-pindah) tetapi tidaklah mengembara tanpa tujuan di dalam
hutan. Setiap kelompok mempunyai wilayah tertentu antara 20-25 Km2 . Mereka
bertempat tinggal di goa-goa atau tebing batu. Mereka juga telah banyak
mengetahui jenis-jenis tanaman dan habitatnya serta kegunaannya. Pengetahuan
untuk menghilangkan racun dari bahan makanan dan cara mengawetkannya juga sudah
mereka kuasai. Sebagai contoh biji sebelum dimakan direndam dalam air kemudian
dimasukkan ke dalam bambu dan dibenamkan ke dlaam tanah selama sebulan lebih.
2.
Pertanian Primitif .Ketika manusia pengumpul dan berburu mulai berusaha
menjaga bahan makanan maka mulai terjadi suatu mata rantai antara periode
pengumpul dan berburu dengan pertanian primitif. Orang-orang Semang yang suka
makan buah durian akan tinggal di dekat pohon durian untuk mencegah monyet dan
binatang-binatang lain menghabiskan buah durian. Mereka juga menanam kembali
batang dan sulur umbi liar yang umbinya telah mereka ambil, sehingga dapat
tumbuh kembali. Tindakan ini adalah satu langkah menuju pertanian primitif. Setelah
berabad-abad lamanya wanita mendapatkan pengetahuan yang baik tentang kehidupan
tumbuh-tumbuhan. Edward Han dan beberapa sarjana lainnya menganggap wanita
adalah penemu cara penanaman dan penghasil bahan makanan yang pertama. Han
menamai pertanian primitif sebagai Hackbau (Hoe
Culture atau Hoe Tillage = pertanian pacul atau pertanian bajak). Dia
menganggap pacul adalah alat kerja wanita, sedangkan bajak alat kerja pria. Teori
Han yang pertama menyatakan wanita adalah yang pertama memulai penanaman
mungkin dapat diterima tetapi pendapatnya tentang perbedaan antara pertanian
primitif dan pertanian yang lebih maju berdasarkan alat kerja yang digunakan
apalagi dihubungkan dengan jenis kelamin tidaklah dapat diterima meskipun di
beberapa daerah atau negara banyak wanita yang bekerja sebagai petani.
Perbedaan yang fundamental antara pertanian primtif dengan pertanian yang lebih
maju adalah dalam hal penggunaan lahan. Petani-petani primitif, bertani secara
berpindah-pindah. Sebidang tanah ditanami sekali sampai 2 kali kemudian
ditinggalkan dan mereka mencari tanah baru untuk ditanami dan seterusnya.
Sehingga sistem pertanian ini disebut huma atau ladang berpindah.
3.
PertanianTradisional
Pada pertanian tradisional orang menerima keadaan tanah, curah hujan, dan
varietas tanaman sebagaimana adanya dan sebagaimana yang diberikan alam.
Bantuan terhadap pertumbuhan tanaman hanya sekedarnya sampai tingkat tertentu
seperti pengairan, penyiangan, dan melindungi tanaman dari gangguan binatang
liar dengan cara yang diturunkan oleh nenek moyangnya.
Peternakan merupakan penjinakan hewan-hewan liar untuk digunakan tenaga dan
hasilnya. Sedangkan perikanan merupakan hasil penangkapan dan pemeliharaan
secara sederhana serta tergantung pada kondisi alam.
4.
Pertanian Progresif (Modern). Manusia mengguanakan otaknya untuk
meningkatkan penguasaannya terhadap semua yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman
dan hewan. Usaha pertanian merupakan usaha yang efisien, masalah-masalah
pertanian dihadapi secara ilmiah melalui penelitian-penelitian, fasilitas-fasilitas
irigasi dan drainase dibangun dan dimanfaatkan untuk mendapatkan hasil yang
maksimum, pemuliaan tanaman dilakukan untuk mendapatkan varietas unggul yang
berproduksi tinggi, respon terhadap pemupukan, tahan terhadap serangan hama dan
penyakit serta masak lebih cepat. Susunan makanan ternak disiapkan secara
ilmiah dan dikembangkan metode berbagai macam input dilakukan secara ilmiah dan
didorong motivasi ekonomi untuk mendapatkan hasil dan pendapatan yang lebih
besar. Hasil pertanian dalam bentuk bulk (lumbung) diolah untuk mendapatkan
harga yang lebih tinggi. Cara pengawetan hasil pertanian dikembangkan untuk
menghindarkan kerusakan dan mendapatkan nilai yang tinggi.
0 Response to "PERUBAHAN PARADIGMA PERTANIAN AGRIBISNIS MENUJU PERTANIAN BERKELANJUTAN (TINJAUAN SECARA FILSAFAT ILMU DI INDONESIA) Bagian I "
Post a Comment